(Kajian Ekonomi Politik Kebijakan
Publik Terhadap Program SIMANTRI)
Oleh Gede Sandiasa
I.
Pendahuluan
1.1.
Latar
Belakang
Kegiatan pertanian merupakan upaya
manusia mengelola sumber daya alam: lahan,
air, tanaman dan hewan yang dapat dibudidayakan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya terhadap pangan dan energi, sehingga dapat hidup
secara layak menurut peradaban dan
nilai-nilai sosial budaya yang berkembang. Sebuah kegiatan pertanian dapat
berlangsung berkelanjutan apabila mampu memberikan manfaat dalam tiga dimensi:
ekonomi, sosial dan lingkungan, bahkan termasuk juga persoalan politik, dimana
dengan mekanisme pengelolaan pertanian dapat memberikan ruang yang bebas,
mengakui pilihan dan kemampuan individu secara rasional. Menurut menurut
Coleman, Friedman, dan Hehter (dalam Zey, 1998: 2) bahwa :
“RCT (rational choice theory) is that social interaction is basically an
economic transaction that is guided in its course by the actor’s rational
choices among alternative outcomes. An action is taken only after its benefits
and costs have been weighed. The unit of analysis is the individual decision
made bay an individual maker. The individual is purposive and intentional; that
is, actors have ends or goals toward which their actions are aimed. The
individual decision maker, rather than dyad, group, or organizational entities,
is analyzed” ( Zey, 1998: 2)
Interaksi sosial pada dasarnya adalah
transaksi ekonomi yang dipandu dalam proses dengan pilihan rasional aktor
antara hasil alternatif. Suatu tindakan diambil hanya setelah manfaat dan biaya
telah diperhtungkan. Unit analisis adalah keputusan individu yang dibuat oleh individu.
Individu adalah purposif dan disengaja, yaitu aktor memiliki
tujuan atau tujuan ke arah mana tindakan mereka ditujukan. Pembuat keputusan
individu, bukan dua, kelompok, atau badan organisasi dianalisis. Mengelola bidang pertaniannya dalam
mengupayakan kesejahteraan sebesar-besar di mulai dari pilihan individu, serta
dapat meningkatkan harkat dan martabat sebagai masyarakat petani konsep besar
ini dapat disebut sebagai “ekonomi politik pertanian”. Hal ini sepadan dengan pendapat bahwa, “analysis of political decisions is based on
an economic paradigm that assumes rational individual choice (Pressman, 2004:
5). Penejelasan ekonomi bahwa kegiatan ekonomi dapat memenuhi
standard dan ukuran ekonomi, seperti efisiensi, ekonomis dalam bentuk
peningkatan pendapatan, sedangkan secara sosial dapat memperkecil kesenjangan
antar yang kaya dengan yang miskin, dapat meningkatkan kohesifitan, tindakan
kolektif (collective action) dan
semangat gotong-royong antar petani.
Pengelolaan pertanian selain mengejar upaya ekonomi, juga perlu mencapai
dan mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan alamiah. Proses deliberation (musyawarah mufakat) adalah
musyawarah terbuka dapat menjelaskan dan kadang-kadang
memperbaiki perbedaan-perbedaan, selanjutnya dapat memberikan landasan informasi bersama, sehingga orang setidaknya mulai
"pada persoalan yang sama", dan dapat membangun rasa solidaritas dan
komitmen untuk solusi yang dapat diusulkan. Melalui deliberasi jiwa masyarakat
perlu dipelihara dan dipertahankan, serta dapat dibantu melalui
perhatian terus-menerus pada
prinsip-prinsip keadilan, partisipasi publik, dan musyawarah. Keterlibatan dan
partisipasi adalah sebagai perangkat untuk mempromosikan semangat publik
(Denhardt & Denhardt, 2007: 31).
Pengembangan
pariwisata dengan tidak disertai rencana tata ruang yang baik merusak
lingkungan dan tata kelola suberdaya alam, khususnya terdesaknya sektor
pertanian secara berkala di Bali. Peningkatan sampah plastik, limbah dan polusi udara;
salinasi pada air bawah tanah; pengambilan air pertanian untuk dijual ke hotel
dan lapangan golf dan terjadinya konversi lahan produktif (Caroll Warren: 1996:
3). Kendatipun kebijakan pariwisata sebagai pendorong
pembangunan ekonomi daerah Bali, dapat meningkatkan peluang ekonomi dan usaha
masyarakat dibidang jasa, industri pariwisata maupun sektor industri handicraft (kerajinan tangan) pendukung
pariwisata. Hal ini menyebabkan posisi tukar produk-produk pertanian terhadap sektor
sekunder dan tersier selalu mengalami ketertinggalan, sehingga menyebabkan
kegiatan pertanian kehilangan daya tarik pada kalangan petani sendiri,
lebih-lebih generasi muda petani. Sektor pertanian menjadi kurang mendapat
perhatian baik melalui kebijakan pemerintah maupun daya kelola masyarakat,
disisi lain kepemilikan lahan pertanian semakin sempit di wilayah-wilayah padat
penduduk seperti Bali, Madura, Jawa dan Lombok (Guntoro, 2011: 6).
Berbagai
permasalahan yang muncul di Bali menurut RPJPD
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) Provinsi
Bali Tahun 2005-2025,
rata-rata pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian hanya 33% dari
total pendapatannya atau sebesar Rp. 11.000 per hari. Penguasaan lahan semakin sempit, yakni sekitar 0,38 ha per petani, dari 563.686 Ha
luas tanah di Bali, hanya 70,74 persen atau sekitar 398.491 Ha masih potensial
untuk pertanian, perkebunan dan peternakan. Luas sawah hanya 81.210 Ha dengan
luas panen mencapai 142.971 Ha. Luas lahan tersebut digarap oleh 408.114
KK atau 2.221.392 orang keluarga tani yang didukung oleh 1.481 subak sawah dan 1.091
subak abian (Suparta, 2011). Fakta di lapangan alih
fungsi lahan ini menurut data Dinas Pertanian Propinsi Bali berada pada kisaran
minus 28 hektar per tahun. Disisi lain tercatat 60 - 70 persen pasar di daerah Bali
diisi komoditi pertanian dari luar Bali. Ini sangat ironis jika melihat hampir
80 persen masyarakat Bali bekerja di sektor pertanian (Kauripan, 2010). Tingkat
pendidikan petani rendah dan permodalan juga sangat terbatas, akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan
keluarga petani. Tahun 2006, investasi di sektor
pertanian hanya 0,37 persen, sedangkan sektor pariwisata 94 persen. Sisanya
5,63 persen sektor industri (RPJPD Provinsi
Bali).
Secara faktual potensi wilayah provinsi Bali
dengan kesuburan lahan ketersediaan sumberdaya air, sektor-sektor klimatologis
lainnya serta tidak kalah penting adalah aspek sosial budaya adalah dukungan
yang sangat nyata terhadap peluang pengembangan potensi pertanian di wilayah
Bali. Oleh karena itu pemerintah Provinsi Bali melalui kebijakannya bertekad
mengembangkan program Agribisnis terpadu di pedesaan, sebagai salah satu upaya
pengentasan kemiskinan “pro poor” dan
mendorong pengembangan pertanian organik, melalui pengelolaan potensi unggulan
daerah dalam program pengembangan pertanian terintegrasi Provinsi Bali. Menurut Todaro menyebutkan bahwa, pembangunan
di Pedesaan khususnya bidang pertanian skala kecil mengarah pada: (1) perbaikan
tingkat kehidupan “levels of living”
termasuk pendapatan, lapangan tenaga kerja, pendidikan, kesehatan dan nutrisi,
perumahan dan berbagai pelayanan publik; (2) mengurangi ketidak merataan pendapatan pedesaan dan ketidakseimbangan
pendapatan perkotaan dan pedesaan, serta peluang ekonomi; (3) perbaikan dan
keberlanjutan kapasitas sektor pedesaan (Todaro, 1990: 242).
Paradigma kebijakan
publik yang diterapkan pemerintah, dimana pemerintah adalah instrumen dari
pencapaian tujuan terbesar, yaitu kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
melalui perumusan kebijakan secara kolektif seperti apa yang dikemukakan Savas
berikut ini “Government can be viewed as
nothing more than an instrument for making and enforcing decision about
collective goods (Savas, 1982: 55). Bali
Mandara (Maju, Aman, Damai dan
Sejahtera) merupakan visi masa depan yang ditetapkan oleh Pemda Bali, mulai
tahun 2008. Visi yang melibatkan pemikiran innovatif (innovation) dan building
yang melibatkan local wisdom
masyarakat Bali, akan mewarnai setiap kebijakan Gubernur Bali dalam masa
jabatan lima tahun. Untuk menjawab
visi tersebut dalam bidang pertanian Pemda Bali mulai tahun 2009 mengadopsi
Prima Tani, setelah didahului oleh presentasi BPTP Bali di depan gubernur dan
kunjungan lapang gubernur ke lokasi Prima Tani. Pengembangan model pembangunan
pertanian seperti di lokasi Prima Tani oleh Pemda Bali dengan optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya lokal dengan inovasi diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani
dengan memperhatikan berbagai aspek yaitu mampu menumbuhkan usahatani
produktif, tidak meninggalkan kearifan lokal (local genius) serta tidak melakukan eksploitasi yang dapat menguras
keberadaan sumberdaya yang ada (pro
environmental). Sasaran akhir program Simantri adalah petani yang tangguh
dan mandiri melalui tumbuhnya usaha-tani produktif, sehingga pendapatan petani
diharapkan mencapai 2 juta per bulan.
Adopsi model Prima Tani ini juga
ditindaklanjuti dengan nota kesepahaman (MoU) antara Badan Litbang Pertanian
dengan Pemda Bali No:075/12/KB/B. PEM/2009 dan No:680/HM.240/I.10/09 pada
tanggal 28 Oktober 2009 dengan tindak lanjut pengembangan model pertanian
terintegrasi secara berkelanjutan. Untuk meningkatkan dukungan Pemerintah
daerah kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan MoU antara gubernur dengan bupati/walikota
se Bali, sehingga dalam pembangunan
pertanian diharapkan dapat bersinergi. Indikator keberhasilan dari program
Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yaitu terciptanya usahatani produktif in
situ, terciptanya lapangan kerja (pro-job)
melalui pengembangan diversifikasi, berkembangnya lembaga usaha ekonomi
perdesaan yang bermuara pada peningkatan pendapatan petani (BPTP Bali, 2011).
1.2.Identifikasi
Permasalahan
Kebijakan
dapat diarahkan pada upaya-upaya sebagai berikut: social assistance; nature and site protection; protection of the
environment; development or employment conservation; land control (purchase,
reserve etc.); finansial participation in public and planning control and
building regulation (Norton, 1997: 63). Persoalan-persoalan sosial,
proteksi dan perlindungan lingkungan, pembangunan, lapangan kerja, tata kelola
pertanahan, perencanaan dan pengawasan keuangan, regulasi dan perencanaan
pembangunan dapat menjadi permasalahan yang menarik dalam kebijakan publik. Menurut
John Friend and Neil Jessop menyatakan bahwa, “planning is concerned with the reduction of uncertainty” (Eclock,
2005: 138) bahwa perencanaan diarahkan pada upaya mengurangi ketidakmenentuan,
agar dapar melakukan koordinasi atas berbagai persoalan yang akan dibahas dalam
kebijakan publik, mengurangi dampak masalah-masalah kebijakan yang tidak
menentu di masa mendatang. Masalah-masalah
tersebut akan dapat memasuki agenda kebijakan apabila intensitasnya meluas,
menjadi perhatian banyak orang (opini publik) baik dari kalangan pemerintah,
media massa, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, swasta dan masyarakat.
Terjadi kesamaan persepsi dan pandangan dari semua stakeholder bahwa masalah
bersangkutan potensial meresahkan masyarakat, memiliki dampak yang luas apabila
tidak diselesaikan maupun diselesaikan, dan menjadi perhatian publik.
Dari
latar belakang di atas dapat di tarik beberapa pokok permasalahan yang dihadapi
baik dalam penerapan kebijakan, maupun situasi secara nyata yang dihadapi
masyarakat petani antara lain:
1)
Kebijakan Pemerintah
Daerah mendorong percepatan Pembangunan bidang Pertanian, belum mampu
memotivasi minat dan kemampuan
masyarakat Petani.
2)
Pengetahuan Masyarakat
Petani dalam penggunaan teknologi dan peluang ekonomi masih rendah.
3)
Konsistensi Pembinaan
Dinas Pertanian dan Peternakan sangat lemah
4) Sistem pengelolaan
Peternakan dan pertanian terintegrasi menciptakan prilaku ketergantungan
masyarakat petani.
1.3.Identifikasi Isu-Isu
yang Berkembang
Formulasi
kebijakan publik, untuk dapat menghasilkan sebuah kebijakan yang dapat memberi
solusi pada pokok persoalan yang dihadapi kelompok sasaran, dalam hal ini
masyarakat petani, perlu juga memperhatikan berbagai isu yang berkembang di
Bali. Isu-isu tersebut bisa berkaitan langsung maupun tidak langsung terhadap
persoalan petani. Pengenalan isu-isu kebijakan ini dibutuhkan agar rumusan
kebijakan dapat dinilai dari berbagai segi dan didukung oleh berbagai
stakeholder baik dari pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat dan
masyarakat target group. Dengan menjadi perhatian dan memasukkannya ke dalam
agenda pembahasan kebijakan publik, dimungkinkan isu-isu tersebut menjadi isu
strategis yang secara intensif dibahas dan dapat didorong menjadi kebijakan
publik. Beberapa isu berkembang yang mendorong dikeluarkannya kebijakan Sistem
Pertanian Terintegrasi adalah sebagai berikut:
1) Program "Bali go Green" (Suryantha
Putra, 2010), mendorong peningkatan tingkat kunjungan Wisata Bali; menurut Compston ide greenhouse sebagai akibat hal-hal sebagai berikut:
Gagasan bahwa iklim berubah sebagai
akibat dari aktivitas manusia didasarkan
pada penemuan ilmiah bahwa (1)
karbon dioksida, metana, nitrous oxide, yang chlorofluorocarbons
(CFC) dan ozon menghangatkan
bumi dengan menyerap sebagian dari radiasi matahari yang dipantulkan dari bumi yang akan dinyatakan memancarkan
kembali ke ruang angkasa (efek rumah kaca), (2) konsentrasi
gas-gas ini di atmosfer meningkat, (3) kenaikan ini terutama disebabkan oleh skala meningkatnya aktivitas manusia dan khususnya oleh pembakaran bahan bakar fosil, dan (4) suhu rata-rata yang sebenarnya
meningkat seiring waktu
(Compston, 2009: 136)
2) Penggunaan pupuk organik dan mendorong
peningkatan hasil pertanian dan mencegah
kerusakan lahan pertanian. Di Bali telah terdapat organisasi yang khusus
menengani dan mengupayakan pertanian organik yaitu Bali Organic Association (BOA), dimana dalam beberapa praktik
pengembangan pertanian Organik di Wilayah Pancasari dapat memberikan keuntungan
besar bagi petani sayur-mayur, yang khusus menangani kebutuhan pasokan
pariwisata (hotel dan restaurant di Bali), disamping itu adalah mempertahankan
kondisi lingkungan pertanian dari kerusakan yang diakibatkan oleh system
pertanian yang tidak berimbang, dengan lebih mempergunakan bahan-bahan non
kimia (organik).
3) Peningkatan
dan mempertahankan keberadaan Sapi Bali. Pemerintah
Provinsi Bali melakukan terobosan dalam meningkatkan populasi sapi Bali, dengan
mengarahkan sistem pertanian terintigrasi (Simantri) menjadi pusat pembibitan
ternak sapi bali yang selama ini merupakan satu-satunya sumber plasmanutfah
yang menjadi aset nasional. Dengan adanya pusat pembibitan sapi bali yang
tersebar di delapan kabupaten dan satu kota Bali diharapkan sapi bali tetap
dapat dilestarikan dan dikembangkan di Pulau Dewata, dengan harapan populasinya
terus bertambah, sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat setempat
termasuk wisatawan dalam menikmati liburan di Bali (Sumantra, 2011).
4) Pembangunan Ekonomi Pertanian berkelanjutan
dan Ekonomi Kerakyatan “support for
agricultural essentially on social and environmental grounds” (Garzon,
2006: 38). Pembangunan daerah Provinsi Bali adalah pada aspek supremasi hukum,
ekonomi rakyat, lingkungan hidup, politik demokratis, pemerintahan yang
professional (good governance) dan kebudayaan daerah tanpa mengurangi pentingnya
aspek aspek pembangunan lainnya (Poldasbang Bali 200-2005).
1.4.Tujuan dan Manfaat
Penulisan
Adapun
tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan paper ini adalah sebagai
berikut:
1) Memberikan kajian
komprehensif tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat petani yang
tergabung dalam Gapoktan (gabungan kelompok tani), khususnya yang melaksanakan
Sistem Pertanian Terintegrasi;
2)
Memberikan masukan
kepada pemerintah daerah Bali untuk dapat melakukan evaluasi dan perbaikan
program kebijakan bidang pertanian secara kolektif;
3)
Sebagai bahan untuk
meningkatkan kemampuan penulis dalam mengkaji sebuah permasalahan melalui
pendekatan ekonomi politik kebijakan publik;
II.
Deskripsi Sistem Pertanian Terintegrasi di
Bali
Sesuai dengan konsep awal Prima Tani
yaitu Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID), peningkatan
produktivitas usahatani dilakukan melalui intensifikasi maupun diversifikasi
dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal. Sejalan dengan itu, sistem
pertanian terintegrasi merupakan sistem pertanian dengan mengoptimalkan semua
potensi sumberdaya lokal yang ada dengan orientasi pada kegiatan usahatani
bebas limbah (zero waste). Simantri
sesungguhnya merupakan bentuk implementasi dari konsep “pertanian tekno-ekologis”,
yakni model pertanian yang memadukan antara kekuatan atau daya dukung ekosistem
dengan penggunaan teknologi maju dengan ciri utama adanya integrasi (Guntoro,
2011: vii). Pada pelaksanaannya diharapkan mampu menumbuhkan integrasi
horizontal dan vertikal, sehingga diharapkan mampu memberikan keuntungan antara
lain peningkatan produktivitas usahatani, peningkatan efisiensi, peningkatan
nilai tambah (added value) yang
akhirnya mampu memberikan peningkatan pendapatan petani.
Pengembangan program Sistem Pertanian
Terintegrasi dilakukan mulai tahun 2009 pada 10 lokasi yang dibiayai dari
anggaran perubahan. Pengembangan diarahkan pada model percontohan dengan dana
kurang lebih 200 juta dalam bentuk bansos di setiap lokasi (1 gapoktan).
Pemanfaatan dana bansos dilengkapi dengan perangkat juklak dan juknis yang
telah disiapkan dengan alokasi dana sebagian besar untuk pengadaan ternak sapi
bali betina (masing-masing 20 ekor), kandang koloni, rumah pengolahan kompos,
instalasi bio-urin, rumah pakan dan
rumah pakan (gudang awetan pakan), sedangkan sebagian kecil dana dimanfaatkan
untuk pengadaan benih/bibit tanaman pangan, perkebunan serta pada beberapa
lokasi yang memiliki potensi perikanan dana juga dimanfaatkan untuk pembuatan
kolam dan pembelian benih ikan.
Kegiatan awal yang dilakukan yaitu
kegiatan budidaya (ternak sapi tanaman sesuai potensi daerah), pengolahan
limbah tanaman untuk pakan ternak, pengolahan limbah ternak menjadi pupuk
organik (kompos) dan bio- gas serta
pemanfaatannya, menuju kepada kelompok yang mandiri pangan, pakan, pupuk
organik dan energi (bio-gas). Hal ini
sesuai dengan pendapat Simamora dkk., limbah yang berupa feses, urine, dan sisa
pakan bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan berbagai kebutuhan hidup,
dari pupuk organik, hingga menjadi penghasil energy seperti bio-gas (Simamora
dkk, 2006:8). Pendapatan ini juga
didukung oleh Compston “there are also
indirect implications for public policy through the contribution of rises in
energy use to growth and diversification of production and comsuption, and to
the increasing mobility of people and goods” (Compston, 2009: 137). Dengan
tumbuhnya kegiatan produktif juga diharapkan mampu menumbuhkan simpul
agribisnis serta berkembangnya kelembagaan keuangan mikro (koperasi) mengarah
pada konsep “ekonomi politik kelembagaan” di Bali. Tujuan ekonomi memproduksi
dan mendistribusikan barang dan jasa adalah tujuan
subordinat mengamankan harmoni keseluruhan antara praktek-praktek sosial dan membangun hubungan etis antara anggota masyarakat (Browning &
Kilmister, 2006: 14).
Pengembangan model pertanian
terintegrasi seperti halnya pelaksanaan Prima Tani juga diawali dengan
pelaksanaan PRA, beseline survey
serta penyusunan rancang bangun yang di dalamnya termuat road map setiap lokasi sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.
Kegiatan ini dilakukan untuk memetakan kebutuhan petani, menggali tentang
teknologi apa yang sudah dimiliki, kesiapan lahan dan keanggotaan petani. Model
ini disebut dengan proses “deliberation”
melalui media fokus diskusi group (FGD) yang memungkinkan civil society terlibat dalam proses penyusunan keputusan “decision making”, untuk kemudian
menghasilkan kebijakan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri.
Pengembangan model pertanian terintegrasi akan terus dikembangkan. Sampai tahun
2013 diharapkan terdapat 350 1okasi Simantri yang artinya hampir setengah dari
desa di Bali (715 desa) akan ada unit percontohan Simantri. Pengembangan
Simantri di Bali sampai 2011 direncanakan sebanyak 150 1okasi dengan rincian
tahun 2009 (10 lokasi), 2010 (40 lokasi) dan 2011 (100 1okasi). Sebaran lokasi
Simantri per kabupaten seperti Tabel 1.
Tabel
1. Lokasi Simantri tahun 2009, 2010 dan 2011
No
|
Kabupaten/Kota
|
TAHUN
|
||
2000
|
2010
|
2011
|
||
1
|
Buleleng
|
4
|
12
|
18
|
2
|
Jembrana
|
1
|
2
|
6
|
3
|
Tabanan
|
1
|
4
|
10
|
4
|
Badung
|
1
|
1
|
4
|
5
|
Denpasar
|
-
|
1
|
2
|
6
|
Gianyar
|
1
|
2
|
14
|
7
|
Kulungkung
|
-
|
3
|
17
|
8
|
Bangli
|
1
|
9
|
12
|
9
|
Karang Asem
|
1
|
9
|
17
|
Jumlah
|
10
|
40
|
100
|
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (BPTP Bali, 2011)
Dukungan Stakeholders, Pendanaan
program Simantri dianggarkan dari APBD Daerah Bali. Satu unit
percontohan/demplot dianggarkan + Rp 200.000.000,- dalam bentuk bansos. Sampai
tahun 2011 dana yang telah dikucurkan untuk program ini yaitu masing-masing tahun
2009 (Rp 2 milyar), tahun 2010 (Rp 5 milyar) dan tahun 2011 (Rp 20 milyar).
Pada Musrenbang RKPD Provinsi Bali 2011 pengajuan anggaran untuk program
Simantri tahun 2012 dan 2013, masing-masing Rp 24,5 dan 25 milyar. Dukungan Pemda
Kabupaten/Kota terhadap program ini menindaklanjuti MoU antara Gubernur Bali
dengan Bupati Kabupaten/ Kota. Rekapitulasi terhadap dukungan pemerintah
kabupaten/kota terhadap pelaksanaan program ini sudah banyak. Dukungan yang diberikan
ada dalam bentuk pembangunan sarana fisik pendukung, pembinaan teknis maupun
penguatan kapasitas kelembagaan serta dukungan lainnya. Diharapkan pada tahun
ketiga Simantri sudah menjadi tanggungjawab Kabupaten untuk keberlanjutannya. Stakeholders lain yang juga berkontribusi
terhadap pelaksanaan Simantri adalah asosiasi pedagang sapi antar pulau yaitu
berupa dana Corporate Social
Responsibility (CSR) yang dialokasikan dalam bentuk ternak sapi betina
produktif masing-masing 2 ekor per lokasi Simantri 2009 dan 2010 serta akan terus
mendukung untuk pengembangan di tahun berikutnya.
Dalam kurun
waktu 1 tahun pelaksanaan Simantri penulis berkesempatan ikut sebagai konsultan
dalam melakukan evaluasi dan penyusunan Road Map Pengembangan Usaha Tani
Terintegrasi di 40 Gapoktan yang tersebar di seluruh wilayah Bali Tahun
Anggaran 2010 (pelaksanaan Juli sampai Desember 2010), dengan rincian paling
banyak di Kabupaten Buleleng 12 Gapoktan; Jembrana 2 Gapoktan; Tabanan 4
Gapoktan; Badung 1 Gapoktan; Denpasar 1 Gapoktan; Gianyar 2 Gapoktan; Bangli 6
Gapoktan; Klungkung 3 Gapoktan; dan Karang Asem 9 Gapoktan. Sistem Pertanian Terintegrasi dapat
digambarkan seperti pola pengembangan Simantri Gapoktan Tunggal Giri Amerta
Desa Pedawa, Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng, yang sempat penulis ikuti, khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Buleleng dan Karang Asem.
Berdasarkan
hasil fokus diskusi kelompok (focus group
discussion) dan penyebaran kuesioner pada Gapoktan yang menjadi obyek riset
ditemukan sejumlah persoalan antara lain:
a. Hasil Pertanian; belum
dapat mendukung pendapatan petani dimana laporan akhir Road Map gapoktan yang
memperoleh program Simantri di Desa Tunjung Kecamatan Kubutambahan Kabupaten
Buleleng masih rata-rata Rp. 153.973, - perkapita
b. Hasil olah limbah
ternak; kurangnya sosialisasi pupuk organik; rendahnya kemampuan teknis untuk
produksi dan penggunaan bio-gas;
rendahnya kemampuan teknis untuk pengolahan dan penggunanaan bio-urine menjadi pestisida dan kurangnya
sosialisasi tentang usaha gapoktan, penggunaan hasil produk gapoktan (pupuk, bio-urine dll).
c. Pembinaan
dan Pelatihan Petani; penguasaan teknologi pertanian masih rendah; dan pengolahan
hasil pertanian yang berorientasi pada pasar wisata masih rendah (pertanian
organik, dimana disektor wisata harganya sangat tinggi) tetapi minat petani
masih rendah.
d. Teknik
Pengolahan Pakan; kurangnya pelatihan pengolahan Pakan Ternak, mesin pengolahan
pakan tidak berfungsi dan bahkan ada difungsikan untuk keperluan lain.
e. Hasil
peternakan dan perikanan; fluktuasi hasil produksi ternak (sapi) tinggi dan
harga cenderung menurun, tidak ada teknik penampungan/pengolahan ketika
kelebihan produksi perikanan seperti lele (di wilayah Kalianget).
f. Hubungan
komunikasi antar petani; pemahaman terhadap simantri kurang baik; tidak ada
kerjasama gapoktan dengan petani sekitarnya.
g. Kemitraan
dengan pihak ketiga; kurangnya pola kemitraan dengan pihak ketiga, belum ada
swasta yang mau berinvestasi terhadap usaha tani secara berkelanjutan.
h. Sistem
manajemen dan pengelolaan pertanian; perlunya penanganan masalah air (komplik
penggunaan air); biaya produksi pertanian mahal/tinggi; penganggulangan hama
tidak memadai.
i. Sistem Pengelolaan
Peternakan dan Perikanan; kurangnya lahan pakan ternak dan kemampuan mengolah
pakan ternak di musim kemarau; budi daya dan diversifikasi usaha ternak dan
Perikanan belum memadai; dan
j.
Sarana prasarana
jalan/tranfortasi pertanian (jalan subak) tidak memadai; sebagian dari sarana
pengolah limbah baik bio-urine, bio gas, mesin pengolah pakan dan kompos
tidak berfungsi atau tidak difungsikan.
k. Keberlanjutan
Simantri; sistem tata kelola dan pengusahaan fasilitas pendukung, permodalan
lebih menekankan pada bantuan pemerintah seperti: penyiapan kandang, jalan
petani, saprodi, pemeliharaan fasilitas bio-gas, bio urine, dan permodalan,
hanya sedikit kemampuan swadaya, hal ini mengakibatkan ketergantungan petani pada pemerintah.
l. Sistem Manajemen
gapoktan tidak berjalan dengan baik,
terancam bubar dan bahkan sudah ada membubarkan diri, disebabkan lokasi
pemukiman antara petani dalam kelompok (Gapoktan) berjauhan (100 meter sampai 3
km), dengan media kandang koloni memberatkan pelaksanaan sistem simantri, baik
dalam hal memberi makan ternak, mengangkut kompos yang dihasilkan, penggunaan
urine, bio-gas, manajemen pengelolaan (penyelenggaraan pertemuan, pembinaan,
pelatihan dll), menurut sebagian petani yang diriset sangat tidak efektif dan
biaya tinggi.
III.
Teori-Teori
Pendukung
Secara
teoritis kebijakan Daerah Provinsi Bali dalam pengembangan system pertanian
terintegrasi berbasis masyarakat, secara ekonomi bertujuan untuk mendorong
peningkatan usaha petani, menciptakan lapangan kerja, mengurangi biaya produksi
melalui penggunaan limbah dan kotoran ternak sebagai pupuk, meningkatkan nilai
tambah (aspek bio-urine, bio-gas, kompos), dan sistem manajemen keuangan
masyarakat melalui pengembangan sistem ekonomi mikro seperti koperasi Gapoktan.
Secara politik adalah upaya peningkatan daya dukung masyarakat dengan tata
kelola (governance) yang baik, dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dan swasta dalam proses perumusan dan
implementasi kebijakan pembangunan khususnya di bidang pertanian. Peran
pemerintah dalam mendorong dan membangkitkan ekonomi kerakyatan yang
berkelanjutan, dalam hal ini mempertahankan dan memelihara subsistensi bidang
pertanian, berwawasan lingkungan yang akan diharapkan dalam upaya mendukung
pengembangan pariwisata Bali, dengan tetap berupaya menciptakan lingkungan
pertanian yang sejuk, subur, nyaman dan lestari.
Pendekatan
kearifan lokal yang telah dimiliki oleh petani, seperti system sangkepan (musyawarah mufakat) dalam
menyusun program berdasarkan pilihan masyarakat, berbasis kemampuan dan kebutuhan
masyarakat “pilihan publik”. Nuansa
ini akan mengantarkan masyarakat dalam keterlibatan aktif (partispasi) dalam
setiap kegiatan yang menyangkut bidang lahan pertanian yang mereka kerjakan.
Disampng itu petani memiliki organisasi yang kuat yaitu subak yang diikat dengan peraturan-peraturan yang mengikat (awig-awig), diharapkan mampu melakukan
memberi kontribusi dan memperkuat posisi petani (keberdayaan) dalam menghadapi tekanan
ekonomi dan berbagai persoalan yang dihadapi akibat penerapan kebijakan oleh
pemerintah, tekanan pariwisata dan pihak swasta lainnya. Dengan keberdayaan
tersebut, petani mampu mengelola dan merubah ancaman dari luar menjadi peluang
dan melakukan program kemitraan dengan pemerintah, swasta dan terlibat sebagai
penyangga pariwisata Bali. Secara rinci berbagai teori yang mendukung dalam
penerapan kebijakan di Bali dapat dijelaskan seperti penjelasan selanjutnya.
3.1.Teori Governance
Menurut
Lynn mengemukakan dalam Governance terjadi transformasi dari state ke society
meliputi perubahan: 1) reduksi signifikan dalam proporsi human service resources dalam kewenangan pemerintah dan legislative
melalui proses yang semestinya; 2) melibatkan fakta devolusi dan regulasi
adminitrasi; 3) perubahan strategi penguatan agen tidak koersif tetapi melalui negosiasi dan
penguatan responsibilitas publik; 4) terjadinya kesamaan persepsi dari berbagai
pihak, baik dari administrator program; agen-agen swasta; kelembagaan
masyarakat sipil dan melalui profesionalime serta menempatkan prioritas lokal; 5) penguatan kelompok kepentingan dan keterlibatan citizen dan pengaruh semua tingkatan policy making serta proses bargaining pada program masa depan; 6) peningkatan jumlah dan mengkaper (secara individu atau keluarga) melalui
alternatif pengaturan layanan pada aspek kesejahteraan, lebih mengarah pada
lembaga non pemerintah; dan 7) penurunan perluasan kooptasi pada kegiatan
non-profit melalui pemerintah terhadap sumberdaya publik digantikan dengan
sumberdaya civil society (Lynn, 2011:
222).
Petter
dan Pierre ( dalam Fredericson & Smith, 2003:216) menyatakan empat elemen
dasar karakteristik dari diskusi governance
: 1) dominasi jaringan, sebagai
ganti institusi pembuat kebijakan formal, governance
didominasi melalui sebuah kesatuan koleksi kepemilikan pengaruh berbagai aktor
terhadap apa dan bagaimana public good dan service
diselenggarakan. 2) pengurangan kekuatan kontrol negara,
walaupun pemerintah tidak lagi memperluas penyelenggaraan pengawasan terpusat
pada kebijakan publik, pemerintah masih memiliki kekuasaan yang berpengaruh
terhadap kebijakan. Kekuasaan negara sekarang terlihat pada kemampuan negosiasi
dan bargaining dengan aktor-aktor dalam jaringan kebijakan. Para anggota
jaringan mengakui kesamaan posisi dalam proses kebijakan. 3) perpaduan antar sumber daya publik dan
privat, para aktor publik dan privat memanfaatkan satu dengan yang lainnya
untuk memperoleh sumber daya yang mereka tidak dapat peroleh secara mandiri.
Sebagai contoh menggunakan organisasi privat sebagai pelaksana kebijakan yang
memungkinkan pemerintah mengatasi persoalan kemahalan dan prosedur waktu
penyelesaian serta isu akuntabilitas. Organisasi privat meyakinkan negara pada
sejumlah proyek yang menguntungkan kepentingan publik, tetapi tidak seperti
penyelenggara keuangan di sektor swasta. 4) menggunakan
multi instrument, maksudnya dalam meningkatkan keikhlasan untuk
mengembangkan dan mempergunakan metode tradisional dalam membuat dan
melaksanakan kebijakan publik. Dalam hal ini sering terdapat intrumen secara
tidak langsung, seperti menggunakan insentif pajak untuk mempengaruhi perilaku
daripada komando dan pengawasan regulasi yang merubah perilaku.
3.2.Pembangunan
Manusiawi dan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Pembangunan
dikonsepkan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi manusia, tuntutan
mengenai perlunya pengutamaan wajah-wajah manusiawi dalam proses pembangunan
dikemukakan oleh Deni Goulet (1973). Meningkatkan perhormatan terhadap martabat
manusia, menurut Illich mengemukakan konsep keseimbangan multidimensi dalam kehidupan
manusia yang dapat dijadikan kerangka untuk menilai hubungan antara manusia dan
alat yang dipakainya. Selanjutnya Goulet memberikan makna kepada pembangunan
menjadi tiga komponen utama yaitu: kelangsungan hidup (life-sustenance), kehormatan diri “self esteem” (Lerner, 2002: 537) dan kebebasan (freedom). Menurut Scales & Leffert
menyebutkan dalam kebijakan pembangunan manusia adalah meliputi: “development of life skills, leadership
skills, decision-making skills, and public-speaking ability (Lerner, 2002:
537). Dengan demikian pembangunan mengarah pada peningkatan kemampuan manusia
dalam memenuhi kebutuhan sebanyak mungkin, untuk kelangsungan hidup: pangan,
perumahan, kesehatan, dan perlindungan, yang merupakan prasyarat kualitas hidup
yang layak. Tetapi pemenuhan atas kesemuanya itu tidak demi akumulasi kekayaan
dan materi. Manusia harus memiliki sandang, pangan, kesehatan dan perlindungan
itu “in order to be more”, yaitu agar
manusia dapat hidup layak sebagai manusia, agar dapat mencapai nilai pembangunan
yang lain, yakni rasa harga diri atau kehormatan diri, suatu kualitas diri yang
oleh Goulet digambarkan sebagai keautentikan, identitas, kemuliaan (dignity), kehormatan (respect) dan pengakuan (recognition). Pendapat ini didukung oleh
Foucault menyebutkan “the character of
human life: starting with principle of autonomus individuality enshrined in
widely circulating and circumscribed to notion of human right (Goede, 2006:
66).
Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development),
sustainability menurut world commission diartikan sebagai suatu
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merugikan
kebutuhan generasi masa mendatang (Suryono, 2006: 20; Blackburn, 2007: 22).
Menurut Blackburn sustainabilitas berkaitan dengan beberapa pertanyaan antara
lain: 1) pertanyaan tentang keberhasilan
ekonomi (penggunaan yang bijaksana dari sumber daya keuangan: apakah kegiatan bisnis dapat mempromosikan pemantauan terhadap
keadaan ekonomi yang berkelanjutan bagi perusahaan dan komunitas global,
2). Pertanyaan tentang tanggung jawab
sosial (menghormati orang: apakah kita melakukan bisnis, dengan cara memberikan kontribusi untuk kesejahteraan karyawan dan masyarakat global, 3) tanggung jawab; pertanyaan tentang lingkungan (menghormati kehidupan dan penggunaan bijaksana dan pengelolaan sumber
alam): apakah mengelola kegiatan dengan cara yang melindungi lingkungan untuk membantu memastikan bumi dapat
mempertahankan generasi mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
masa depan (2007:
23-24).
Dalam kontek
Indonesia menurut Emil Salim (Racbhini,1996: 178) berusaha mendefinisikan dasar
dan pengertian pembangunan berkelanjutan sebagai proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat dari sumber alam dan sumberdaya manusia dengan
menyerasikan keduanya untuk kelangsungan pembangunan tersebut. Dari konsep ini
konsekuensinya sebagai berikut:
a)
proses pembangunan harus berlangsung
secara berkelanjutan dengan dukungan sumber alam, kualitas lingkungan dan
manusia yang berkembang secara berkelanjutan.
b)
sumber alam memiliki ambang batas
dimana penggunaannya akan menciutkan kuantitas dan kualitasnya, sehingga
berkurang pula kemampuannya untuk menopang pembangunan dan menimbulkan gangguan
keserasian antara alam dan manusia.
c)
kualitas lingkungan berkorelasi langsung
dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan semakin positif
pengaruhnya pada kualitas hidup.
d)
pola penggunaan sumber alam tidak
menutup kemungkinan memilih opsi lain di masa depan dalam menggunakan sumber
alam
e) pembangunan berkelanjutan memungkinkan
generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kemungkinan
bagi generasi masa depan untuk bisa meningkatkan kesejahtraannya pula.
Selanjutnya
menurut Gert Thoma (Racbhini,1996) bahwa
pergeseran model pembangunan menuju
penerapan model pembangunan berkelanjutan sangat dirasakan perlu mengingat
beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a.
Pembangunan merupakan kehendak menuju
perbaikan yang bertumpu pada sendi spiritual dan martabat manusia.
b.
Keseimbangan alam dan lingkungan yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembangunan tersebut.
c.
Partisipasi masyarakat banyak dalam
pengambilan keputusan sangat diperlukan dalam setiap tahap dan proses
pembangunan.
d.
Pembangunan berkelanjutan memungkinkan
terciptanya kebutuhan untuk masyarakat secara mayoritas, baik pada saat ini
maupun untuk generasi di masa mendatang.
3.3.Pilihan Publik (Public Choice)
Holcombe
dan Dmitry Ryvkin, (2010), melalui sebuah ilustrasi sebagai berikut sebuah
sastra substansial dalam pilihan publik menganalisis bagaimana pengambilan keputusan kolektif memilih di antara berbagai pilihan. Jika keputusan
kelompok akan dibuat di antara
pilihan A, B, dan
C, pilihan mana yang akan
kelompok pilih? Ini mengasumsikan
anggota kelompok mengetahui hasil dari pilihan antara yang mereka
pilih. Makalah ini tidak menganalisis
bagaimana kelompok memilih di antara berbagai pilihan, melainkan bagaimana menentukan, apa hasilnya jika beberapa pilihan tertentu dipilih. Sebagai contoh, apa yang akan terjadi jika kelompok setuju untuk
mengambil sebuah pilihan?). Selanjutnya Reksulak
(2010) menyebutkan bahwa pendekatan
teori pilihan publik terhadap kebutuhan antitrust harus disandingkan dengan penuh semangat “public interest theory” (Teori kepentingan umum) yang berlaku pada sentimen di Eropa. Salah satu langkah menuju tujuan yang telah digariskan
menggambarkan sebagai "kebijakan antitrust kuat" bahwa
bersamaan menggabungkan tujuan
penalaran ekonomi, kesadaran sumber daya dan pengakuan eksplisit "konsekuensi umum tentang kesejahteraan". Pasar
politik di dalam teori pilihan publik adalah institusi untuk mengagregasi
pilihan individu menjadi pilihan kolektif (Rachbini, 2002: 110). Dalam karya
yang lain Willian F Shugart II dan Fred S McChesney (2010) menyoroti tentang
“kepentingan umum” sebagai berikut “pilihan publik utama untuk
menjelaskan perilaku individu dalam pengaturan alternatif non-pasar yang disediakan, positif diuji
pada pemikiran ortodoks, sebagian besar normatif
"kepentingan umum" penjelasan
pemerintah, bisa juga bermanfaat diterapkan ke dunia kebijakan antitrust. Dalam
konteks pemikiran muncul “pilihan publik” tentang lembaga administratif.
Pilihan
tindakan yang dilakukan pemerintah dalam memfasilitasi kepentingan individu (private goods) dan komoditas publik (public goods) semisal air, BBM, kelautan
dapat menggunakan pilihan-pilhan rasional, apakah keputusan dapat mempengaruhi
individu-individu yang lain (masuk dalam wilayah public goods dapat dilakukan dengan intervensi pemerintah, kalau
tidak berarti private goods yang
dikelola tanpa campur tangan pemerintah. Sebagai ilustrasi politisi dapat
berfungsi sebagai enterpreneur atau produsen, yang menawarkan cara terbaik
untuk mengkonsumsi komoditas publik, dan masyarakat pemilih sebagai konsumen,
yang akan memanfaatkan dan mengkomsumsi komoditas publik tersebut. RCT mendefinisikan tindakan rasional individu dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kendala (Zey, 1998: 2-3):
1.
Scarcity of
recourcess (kelangkaan sumber
daya), aktor memiliki sumber daya yang
berbeda, serta perbedaan akses ke
sumber daya mengacu pada perspektif Karl Mark (1867) Dan Talcott
Parson (1951);
2.
Opportunity
cost (biaya-kesempatan), ini kendala terkait dengan kelangkaan sumber daya, biaya kesempatan adalah biaya-biaya yang
terkait dengan tindakan
yang yang akan diambil (Friedman dan Hechter 1988);
3. Institutional norm (norma kelembagaan,
kendala-kendala institusional mempengaruhi baik penghargaan dan biaya, memberikan
dukungan dan kendala terhadap pelaku individu melalui mekanisme seperti norma keluarga,
kebijakan sekolah dan organisasi formal lainnya, hukum pemerintahan; dan
4. Information is an important constraint to making rational choice. Model pilihan
rasional tradisional mengasumsikan
bahwa aktor harus sempurna, atau setidaknya cukup informasi untuk
membuat pilihan purposive di antara program
alternatif tindakan.
Teori pilihan publik
regulasi analog dengan pengambilan keputusan regulasi sebagai pembuatan keputusan pasar. Secara khusus, memperlakukan legislatif,
lembaga peraturan, dan elektoral dipandang dalam motif ekonomi di mana para aktor, termasuk citizen, anggota legislatif, lembaga, dan kelompok kepentingan terorganisir terpengaruh regulasi kebijakan
pertukaran peraturan "goods", "demanded" dan "supplied" menurut prinsip-prinsip
dasar yang mengatur permintaan dan
suplay barang ekonomi (Stigler dalam Croley, 1998: 34).
Adapun
Karakteristik Public Choice adalah sebagai berikut:
1.
Menempatkan perhatian pada
pengekplorasian barang-barang kesejahteraan sosial dan fungsi-fungsi pilihan
sosial.
2.
Memfokuskan pada masalah-masalah
pengagregasian preferensi individual untuk memaksimalkan fungsi kesejahteraan
sosial, atau untuk memenuhi seperangkat kriteria normatif, misalnya bentuk
keadaan sosial yang mana yang harus dipilih sesuai dengan keinginan pemberi
suara individual.
3.
Menekankan pada perhitungan dan
perincian rasionalitas keputusan, baik oleh individu maupun oleh pemerintah.
4. Tidak mengesampingkan kemungkinan
adanya kepentingan kolektif (atau tindakan kolektif) tetapi melihatnya sebagai
hasil dari pencapaian kepentingan individual.
5. Tidak mengesampingkan eksistensi
politik, tetapi berasumsi bahwa perilaku politik dan institusi-institusi bisa
dianalisa sebagai analogi perilaku ekonomi dan institusi-institusi pasar.
3.4.Pemberdayaan (empowerment)
Menurut
Friedman pemberdayaan sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya
memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok
masyarakat, yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung, melalui
partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung
(Suryono, 2006: 21). Pemberdayaan
memiliki berbagai pemahaman yang dapat disinonimkan dengan : self-esteem, self reliance, self
actualization, self transformation, personal competence, power coping skill,
citizen participation, community building, and social or political
transformation (Battistoni & Ludson, 1997: 204). Pemberdayaan juga
memiliki perspektif yang berbeda antara lain: 1) banyak dilihat sebagai keadaan
atau kondisi yang memiliki pemberdayaan,
2) pemberdayaan dapat dianggap sebagai
suatu cara berada di dunia; 3) mungkin muncul sebagai
visi untuk transformasi pribadi atau
politik atau sebagai transendensi
diri, melainkan dapat dipahami sebagai proses, seumur hidup sering sulit
menjadi individu; dan 5) pemberdayaan dapat dilihat
sebagai evolusi manusia kolektif terhadap fungsi
optimal, dan aktualisasi potensi
masing-masing individu (Battistoni &
Ludson , 1997: 204).
Pemberdayaan
dalam pengertian kemampuan partisipasi, menurut Evans partisipasi dalam
pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai berikut: “at all., position which involve major actor of economic decision making
are thought to entail ideological oppurtunities and power- therefore to be a
vital matter for the parties and the people”(di semua posisi, yang melibatkan
aktor utama dari pengambilan
keputusan ekonomi, diperkirakan memerlukan peluang ideologi dan kekuasaan, karena itu menjadi masalah penting
bagi para pihak dan rakyat)
(Evans et.all., 1989:
237). Setiap stakeholder memiliki cara yang berbeda dalam mengubah sesuatu
yang sama sebagai peluang untuk
mencapai rencana dalam hidup mereka, perbedaan-perbedaan ini mungkin secara fisik
atau sosial diwujudkan dan mungkin disebabkan oleh perbedaan: 1) moral dan
intelektual kapasitas dan keterampilan, 2) kapasitas fisik dan keterampilan, 3)
konsep yang baik, serta
4) selera dan preferensi (Biondo dalam Minogue & Carino, 2006: 188).
3.5. Teori Peran Negara
Fungsi atau peran negara adalah menyangkut dua fungsi utama, yaitu menanggulangi
kegagalan pasar dan meningkatkan pemerataan (Kuncoro, 2004). Dalam
menanggulangi kegagalan pasar, negara dapat berperan pertama, peran minimal yang harus dilaksanakan yakni: menyediakan
barang-barang publik murni, meliputi: pertahanan, keamanan, manajemen ekonomi
makro, dan penyediaan fasilitas kesehatan publik. Kedua, peran perantara yaitu :
a) menanggulangi ekternalitas: pendidikan dasar, perlindungan lingkungan.
b) mengatur monopoli: peraturan jasa umum, kebijakan anti monopoli.
c) mengatasi informasi yang tidak sempurna meliputi: asuransi (kesehatan, jiwa, pensiun), peraturan keuangan, perlindungan konsumen).
Ketiga, peran aktif yaitu: mengkoordinasikan kegiatan swasta: mendukung fungsi pasar, memberikan inisiatif. Fungsi utama kedua adalah meningkatkan pemerataan terdiri dari:
a) melindungi si miskin: pengentasan kemiskinan, bantuan bencana.
b) menyediakan asuransi sosial, pemerataan pensiun, dana pensiun, tunjangan, penganggaran dan c) redistribusi aset.
a) menanggulangi ekternalitas: pendidikan dasar, perlindungan lingkungan.
b) mengatur monopoli: peraturan jasa umum, kebijakan anti monopoli.
c) mengatasi informasi yang tidak sempurna meliputi: asuransi (kesehatan, jiwa, pensiun), peraturan keuangan, perlindungan konsumen).
Ketiga, peran aktif yaitu: mengkoordinasikan kegiatan swasta: mendukung fungsi pasar, memberikan inisiatif. Fungsi utama kedua adalah meningkatkan pemerataan terdiri dari:
a) melindungi si miskin: pengentasan kemiskinan, bantuan bencana.
b) menyediakan asuransi sosial, pemerataan pensiun, dana pensiun, tunjangan, penganggaran dan c) redistribusi aset.
Dalam model
penerapan administrasi negara baru (Ibrahim, 2007: 10) dalam ranah negara dan
pemerintahan berperan secara terperinci
meliputi:
a)
Tanggungjawab dari
pejabat-pejabat terpilih untuk membuat kebijakan-kebijakan publik yang
demokratis.
b)
Otoritas
konstitusional dari pengadilan menjadi penafsir hukum yang tinggi.
c)
Menjunjung tinggi
hak-hak dan kewajiban warga negara.
d)
Keterikatan pada
sistem ekonomi yang menjamin lapangan kerja upaya yang wajar, pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi yang menunjang kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
e) Organisasi publik
harus tanggap terhadap perubahan, sehingga administrasi negara harus selalu
mengadakan penyesuaian-penyesuaian dan memiliki pemimpin-pemimpin yang
berkualitas dan responsif serta adaptif terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi (secara tepat).
Terkait dengan partisipasi pasar
menurut Burlamaqui et. all.
(2000:10), kelembagaan pemerintah perlu
memahami kontek meliputi: peran formal dan informal berkenaan dengan
kepentingan organisasi (peran dalam asosiasi politik, peran atas penggabungan,
peran lobbying); ideologi formal dan informal hubungannya dengan “fairness and natural right” di dalam
masyarakat; peran kelembagaan formal dan informal yang menentukan bagaimana
struktur kewajiban dapat dirubah (prosedur untuk perubahan legal, kebiasaan
sosial berkenaan hak-hak dan kewajiban yang dilegitimasi). Kemampuan pemerintah dalam menjalankan
fungsi-fungsi diatas akan memperkuat daya dukung masyarakat kepada pemerintah,
yang tercerminkan dengan sedikitnya hambatan-hambatan dalam melaksanakan
kebijakan pemerintah baik dari tingkat pusat maupun sampai pada tingkat daerah.
IV.
Alternatif
Solusi dan Rekomendasi
Dituntut
kapasitas kebijakan pemerintah daerah agar dapat menangani berbagai persoalan
yang dihadapi oleh masyarakat dengan menekankan pada peningkatan kualitas
kebijakan yang tidak saja, dilakukan oleh pemerintah tetapi juga pengembangan
kemampuan masyarakat. Seperti apa yang
kemukakan Polidano sebagai berikut,
“policy capacity (the ability to
structure the decision making process, coordinate it troughout government and
feed analysis in to it, implementation authority (the ability to carry out
decisions and enforce roles, within the public sector itself and the wider
society) and operational efficiency (the ability to delivery
service..efficiently and at a reseanable level of quality”(Dollery
& Wallis, 2001: 146)
Selanjutnya
tiga komponen yang perlu diperkuat bagi masyarakat petani adalah : inovasi dan
perubahan teknik pertanian; perbaikan kebijakan ekonomi pemerintah; dukungan
kelembagaan sosial pertanian dalam pertanian skala kecil. Sedangkan untuk
pembangunan pedesaan secara umum Todaro menawarkan (1) modernisasi struktur pertanian dengan mempertimbangkan peningkatan
permintaan akan bahan pangan “rising food
demand”; (2) menciptakan sistem yang efektif dan (3) melakukan perubahan
lingkungan pedesaan ke arah dukungan pada peningkatan kualitas hidup (Todaro,
1990: 239). Sebelum masuk lebih jauh pada pemberian masukan pada pelaksanaan
program SIMANTRI alangkah lebih baiknya analisis SWOT terhadap pelaksanaan
kebijakan SIMANTRI di Bali, baik melalui kajian yang diperoleh melalui
pengalaman riset maupun dari bahan literature yang ada.
Table 2 Analisis SWOT terhadap
Kebijakan SIMANTRI di Bali
No
|
Analisis
|
Uraian-Uraian
|
Alternatif
Rekomendasi
|
1
|
Strengths
(kekuatan)
|
1.
Didukung oleh kebijakan provinsi Bali
dan Pemerintah Kabupaten
2.
Didukung oleh lembaga swasta
3.
Pencetusan kebijakan berdasarkan isu
yang berkembang
|
1.
Perkuat pelaksanaan dan pengawan
2.
Diperkuat perjanjian kontrak
3.
Pembinaan dan bimbingan tehnik
ditingkatkan
|
2
|
Weaknesses
(kelemahan)
|
1. Minat
masyarakat masih rendah untuk melaksanakan variasi pertanian
2. Pengetahuan
masyarakat rendah dibidang teknologi
3. Kemampuan
penggunaan dan penjualan hasil produksi rendah
4. Partisipasi
dalam pengambilan keputusan tinggi tapi realisasi pelaksanaan program rendah
5. Rendahnya
swadaya masyarakat dalam melaksanakan program
|
1. Sosialisasi
dan program advokasi
2. Pelatihan
dan pemagangan di daerah berhasil
3. Tehnik
penyimpanan & perluas pemasaran
4. Pemantauan
dan evaluasi kegiatan, program lebih didekatkan pada kebutuhan petani
5. Peningkatan
pemahaman dan penerapan sanksi
|
6. Perubahan
perilaku cenderung konsumtif dan manipulatif
7. Pengunaan
pestisida yang berlebihan
8. Terbatasnya
sumberdaya air
9. Hanya
sedikit pihak swasta yang terlibat
10. Kerjasama
dan komunikasi antar petani (khususnya di luar kelompok)
|
6. Pengawasan
kelompok, penegasan syarat program
7. Peningkatan
pemahaman penggunaan pupuk organic
8. Penggunaan
bak tadah hujan
9. Peran
pemerintah mendorong bapak angkat
10. Perluasan
kelompok simantri
|
||
3
|
Opportunities
(peluang)
|
1. Pencanangan
pariwisata berbasis pertanian ( wisata agro);
2. Permintaan
bahan pangan organik meningkat.
3. Tersedianya
sarana teknologi dan informasi
4. Luas
peternakan masih belum tergarap
5. Pemenuhan
kebutuhan ternak bali (sapi) masih terbatas
|
Orientasi pada masyarakat petani pada pertanian pendukung
pariwisata, penggunan pupuk non kimia, meningkatkan bahan informasi dan
teknologi bagi petani, perluas pembentukan program
|
4
|
Threats
(Tantangan)
|
1. Menyempitnya
lahan pertanian di Bali
2. Persaingan
penggunaan air
3. Limbah
sampah dan perusakan lingkungan dari sektor perumahan dan industry
4. Menurunnya
minat generasi muda di bidang pertanian
5. Kepercayaan
dunia terhadap komodite pertanian Bali terhadap kandungan kimia
6. Fluktuasi
hasil produksi pertanian
7. Kemampuan
daya saing produk lokal
|
1. Penguatan
Perda dan Awig-awig
2. Pengaturan
3. Diatur
dengan perda dan pengawasan masyarakat
4. Expectansi
bidang pertanian ditingkatkan
5. Diatur
dengan perda/awig-awig dan sosialisasi
6. Penanganan
melalui kebijakan
7. Bimbingan
teknis pertanian dan penentuan kualitas produksi
|
Dari tabel
tersebut penulis berusaha menggambarkan bahwa berbagai persoalan yang dihadapi
petani, khususnya yang dihadapi oleh kelompok tani pelaksana program SIMANTRI.
Secara umum berbagai persoalan yang dihadapi oleh petani seperti : jalan
pertanian (berupa jalan setapak), pemeliharaan kandang, fasilitas bio-gas,
bio-urine, mesin pengolahan pakan dari hasil FGD petani menekankan pada bantuan
pemerintah saja. Dikatakan bersifat konsumtif dan manipulatif dalam SWOT
diatas, dari beberapa kelompok tani pembelian sapi secara persyaratan adalah
sapi dengan berat tertentu atau sepadan dengan harga Rp. 4,5 juta tahun 2010,
dibelikan sapi bervariasi kisaran 3 s/d 4,5 juta sehingga sapi bervariasi, dan
kebutuhan pakan berbeda, masa menghasilkan urine, kompos dan bio-gas tidak
sesuai dengan rencana. Disisi lain penggunaan keuangan secara menyimpang,
sehingga fasilitas koloni menjadi cepat rusak dan pemeliharaan serta perbaikan
menunggu bantuan pemerintah, yang telah dipetakan melalui hasil road map 2010.
V.
Ksesimpulan
Kebijakan
pemerintah untuk dapat mencapai hasil yang maksimal perlu dilakukan monitoring
dan evaluasi secara terus menerus, sehingga dapat menjamin keberlanjutan
program dalam jangka panjang. Pembinaan dan advokasi pada kelompok SIMANTRI
harus dilakukan agar tumbuh kemandirian dan keberdayakan masyarakat, untuk
dapat mengurangi ketergantungan petani pada pemerintah atau pihak ketiga.
Secara umum
SIMANTRI belum mampu meningkatkan pendapatan petani seperti yang diharapkan,
hal ini diakibatkan harga ternak sapi mengalami penurunan di pasaran, nilai
tambah yang diharapkan dari penggunaan pupuk organik, bio-gas, bio urine belum
dapat diterapkan, dan biaya penyelenggaraan SIMANTRI cukup tinggi dan kurang
efektif.
Daftar
Pustaka
Anonim, 2010. Bahan Diskusi Laporan Akhir Penyusunan Road
Map Pengembangan Usaha Tani Terintegrasi. CV Brankas Mas, Denpasar.
Battistoni, Richard M &
William E. Hudson, Edt., 1997. Experiencing
Citizenship Concept and Models for Service-learning in Political Science.
Stylus. Sterling.
Blackburn, William R, 2007. Sustainability Hand Book: The Complete
Management Guide to Achieving Social, Economic and Environmental Responsibilty.
Earthscan in the UK, Washington
BPTP
Bali, 2011. “Propinsi Bali Adopsi
Program Prima Tani Jadi Simantri”. Dalam Edisi
Khusus Penas XIII, 21 Juni 2011
Browning, Gary & Andrew
Kilmister, 2006. Critical and Post
Critical Political Economy. Palgrave Macmillan, New York
Burlamaqui, Leonardo et all.,
Eds, 2000. Instutions and the role of the
state . Edward Elgar Publishing, Massachusetts
Caroll Warren: 1996. Menari Diatas Pijakan Rapuh
(Refleksi Keterdesakan Bali Dari Ekspansi Industri Pariwisata). Http://taman65.wordpress.Com /2008/08/30/menari-diatas-pijakan-rapuh-refleksi-keterdesakan-bali-dari-ekspansi
-industri-pariwisata/
Compton, Hugh, 2009. Policy Networks and Policy Change.
Palgrave Macmillan, New York
Croley,
Steven P., 2009. Theories Of Regulation:
Incorporating The Administrative Process. Columbia Law Review Assocition
Den Hardt, JU & RD Denhardt,
2007. The Public Service Serving Not
Steering. ME Sharpe, New York
Dollery, Brian E & Joe L
Wallis, 2001. The Political Economy of
Local Government. Edward Elgar
Publishing, Massachusetts
Elcock,
Howard, 2005. Local government Policy and management in local authorities.
Routledge, London
Evans, Peter B. et all., eds., 1989. Bringing the State Back in. Cambridge
University Press. New York
Frederickson, H.George & Kevin B. Smith, 2003. The Public Administration Theory Primer.
Oxford : WestView Press.
Garzon, Isabella2006. Reforming Agricultural Policy. Palgrave
Macmillan, New York.
Goede, Marieke De, 2006. International Political Economy and
PostStructural Politics. Palgrave, Macmillan
Guntoro, Suprio, 2011. Saatnya Menerapkan Pertanian Tekno-Ekologis:
Sebuah Model Pertanian Masa Depan untuk Menyikapi Perubahan Iklim. PT
AgroMedia Pustaka
Holcombe, Randall G. & Dmitry Ryvkin, 2010. Policy errors in executive and legislative decision-making dalam Jurnal Public
Choice (2010) 144: 37–51, Department of
Economics, Florida State University, Tallahassee
Ibrahim, Amin, 2009. Pokok-pokok Administrasi Publik dan
Implementasinya. Bandung: Refika Aditama Com.
Kauripan, Jeffrey, 2010. “Pertanian Lemah Struktur Ekonomi Bali
akan Hancur”. Bali
Post, 11 Juni 2010
Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta:
Erlangga.
Lerner, Richard M, 2002. Concept and Theories of Human Development
Third Edition. Lawrence Erlbaum Associatites.
Minogue, Martin & Ledvina
Carino, eds., 2006. Regulatory Governance In Developing
Countries. Edward Elgar, UK Northamton
Norton, Alan, 1997. International Handbook of Local and Regional
Governament. Edward Elgar. Cheltenham
Poldasbang Bali 2000-2005. Pola dasar Pembangunan Daerah Bali”. Pemerintah Provinsi Bali
Pressman, Steven. 2004 “What
is wrong with public choice”. In Journal of Post Keynesian
Economics / Fall 2004, Vol. 27, No. 1 3, New Jersey
Rachbini,
Didik J, 1996. Ekonomi Politik Paradigma Teori dan Perspektif Baru. CIDES
Rachbini, Didik J., 2002. Ekonomi Politik : Paradigma dan Teori
Pilihan Publik. Ghalia Indonesia
Reksulak,
Michael, 2010. Antitrust public choice(s).
dalam Jurnal Public Choice (2010) 142: 385–406 School of Economic
Development, Georgia Southern University, Statesboro
RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) Provinsi Bali
Tahun 2005-2025
Shughart
II , William F., & Fred S. McChesney, 2010. Public choice theory and antitrust policy. Dalam Public
Choice (2010) 142: 385–406 Department of Economics,
University of Mississippi, P.O. Box 1848, University, MS
Simamora dkk, 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak
dan Gas dari Kotoran Ternak. PT Agro Media, Depok.
Sumantra, I
Putu, 2011. Simantri Jadi Pusat Pembibitan Sapi Bali. Berita Antara July
9 2011
http://bali.antaranews.com/berita/12113/simantri-jadi-pusat-pembibitan-sapi-bali
Suparta, Nyoman, 2011. “Pembangunan
Sektor Pertanian Terpinggirkan Padahal Penyerap Tenaga Kerja Terbesar”. Media Bisnis Bali, 15 Mei 2011.
Suryantha Putra, IGN. 2010. DPRD Panggil Badan Pengelola Kebersihan TPA Suwung. http://bali.antaranews.com/berita/4868/dprd-panggil-badan-pengelola-kebersihan-tpa-suwung
Suryono, Agus, 2006. Ekonomi Politik Pembangunan dalam Perspektif
Teori Ilmu Sosial. UM Press, Malang
Todaro, Michael P.,1990. Economics for a Developing World: An
Introduction to Principles, Problems and Policies for Development. Logman,
London.
Zey, Mary. 1998. Rational Choice and Organizational Theory: A
Critique.Sage Publications. California
Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
BalasHapusSITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
dengan kemungkinan menang sangat besar.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
• AduQ
• BandarQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• FaceBook : @TaipanQQinfo
• WA :+62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
Come & Join Us!!
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny