Minggu, 10 Juli 2016

Perilaku Ketergantungan Bagi Masyarakat Petani



(Kajian Ekonomi Politik Kebijakan Publik Terhadap Program SIMANTRI)
Oleh Gede Sandiasa

I.     Pendahuluan
1.1.  Latar Belakang
Kegiatan pertanian merupakan upaya manusia mengelola sumber daya alam: lahan,  air, tanaman dan hewan yang dapat dibudidayakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terhadap pangan dan energi, sehingga dapat hidup secara layak menurut peradaban dan nilai-nilai sosial budaya yang berkembang. Sebuah kegiatan pertanian dapat berlangsung berkelanjutan apabila mampu memberikan manfaat dalam tiga dimensi: ekonomi, sosial dan lingkungan, bahkan termasuk juga persoalan politik, dimana dengan mekanisme pengelolaan pertanian dapat memberikan ruang yang bebas, mengakui pilihan dan kemampuan individu secara rasional. Menurut menurut Coleman, Friedman, dan Hehter (dalam Zey, 1998: 2) bahwa :
“RCT (rational choice theory) is that social interaction is basically an economic transaction that is guided in its course by the actor’s rational choices among alternative outcomes. An action is taken only after its benefits and costs have been weighed. The unit of analysis is the individual decision made bay an individual maker. The individual is purposive and intentional; that is, actors have ends or goals toward which their actions are aimed. The individual decision maker, rather than dyad, group, or organizational entities, is analyzed” ( Zey, 1998: 2)
 Interaksi sosial pada dasarnya adalah transaksi ekonomi yang dipandu dalam proses dengan pilihan rasional aktor antara hasil alternatif. Suatu tindakan diambil hanya setelah manfaat dan biaya telah diperhtungkan. Unit analisis adalah keputusan individu yang dibuat oleh individu. Individu adalah purposif dan disengaja, yaitu aktor memiliki tujuan atau tujuan ke arah mana tindakan mereka ditujukan. Pembuat keputusan individu, bukan dua, kelompok, atau badan organisasi dianalisis.  Mengelola bidang pertaniannya dalam mengupayakan kesejahteraan sebesar-besar di mulai dari pilihan individu, serta dapat meningkatkan harkat dan martabat sebagai masyarakat petani konsep besar ini dapat disebut sebagai “ekonomi politik pertanian”.  Hal ini sepadan dengan pendapat bahwa, “analysis of political decisions is based on an economic paradigm that assumes rational individual choice (Pressman, 2004: 5).  Penejelasan  ekonomi bahwa kegiatan ekonomi dapat memenuhi standard dan ukuran ekonomi, seperti efisiensi, ekonomis dalam bentuk peningkatan pendapatan, sedangkan secara sosial dapat memperkecil kesenjangan antar yang kaya dengan yang miskin, dapat meningkatkan kohesifitan, tindakan kolektif (collective action) dan semangat gotong-royong antar petani.  Pengelolaan pertanian selain mengejar upaya ekonomi, juga perlu mencapai dan mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan alamiah. Proses deliberation (musyawarah mufakat) adalah musyawarah terbuka dapat menjelaskan dan kadang-kadang memperbaiki perbedaan-perbedaan, selanjutnya dapat memberikan landasan informasi bersama, sehingga orang setidaknya mulai "pada persoalan yang sama", dan dapat membangun rasa solidaritas dan komitmen untuk solusi yang dapat diusulkan. Melalui deliberasi jiwa masyarakat perlu dipelihara dan dipertahankan, serta dapat dibantu melalui perhatian terus-menerus pada prinsip-prinsip keadilan, partisipasi publik, dan musyawarah. Keterlibatan dan partisipasi adalah sebagai perangkat untuk mempromosikan semangat publik (Denhardt & Denhardt, 2007: 31).
Pengembangan pariwisata dengan tidak disertai rencana tata ruang yang baik merusak lingkungan dan tata kelola suberdaya alam, khususnya terdesaknya sektor pertanian secara berkala di Bali. Peningkatan sampah plastik, limbah dan polusi udara; salinasi pada air bawah tanah; pengambilan air pertanian untuk dijual ke hotel dan lapangan golf dan terjadinya konversi lahan produktif (Caroll Warren: 1996: 3). Kendatipun kebijakan pariwisata sebagai pendorong pembangunan ekonomi daerah Bali, dapat meningkatkan peluang ekonomi dan usaha masyarakat dibidang jasa, industri pariwisata maupun sektor industri handicraft (kerajinan tangan) pendukung pariwisata. Hal ini menyebabkan posisi tukar produk-produk pertanian terhadap sektor sekunder dan tersier selalu mengalami ketertinggalan, sehingga menyebabkan kegiatan pertanian kehilangan daya tarik pada kalangan petani sendiri, lebih-lebih generasi muda petani. Sektor pertanian menjadi kurang mendapat perhatian baik melalui kebijakan pemerintah maupun daya kelola masyarakat, disisi lain kepemilikan lahan pertanian semakin sempit di wilayah-wilayah padat penduduk seperti Bali, Madura, Jawa dan Lombok (Guntoro, 2011: 6).
Berbagai permasalahan yang muncul di Bali menurut RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) Provinsi Bali Tahun 2005-2025, rata-rata pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian hanya 33% dari total pendapatannya atau sebesar Rp. 11.000 per hari. Penguasaan lahan semakin sempit,  yakni sekitar 0,38 ha per petani, dari 563.686 Ha luas tanah di Bali, hanya 70,74 persen atau sekitar 398.491 Ha masih potensial untuk pertanian, perkebunan dan peternakan. Luas sawah hanya 81.210 Ha dengan luas panen mencapai 142.971 Ha. Luas  lahan tersebut digarap oleh 408.114 KK atau 2.221.392 orang keluarga tani yang didukung oleh 1.481 subak sawah dan 1.091 subak abian (Suparta, 2011). Fakta di lapangan alih fungsi lahan ini menurut data Dinas Pertanian Propinsi Bali berada pada kisaran minus 28 hektar per tahun. Disisi lain tercatat 60 - 70 persen pasar di daerah Bali diisi komoditi pertanian dari luar Bali. Ini sangat ironis jika melihat hampir 80 persen masyarakat Bali bekerja di sektor pertanian (Kauripan, 2010). Tingkat pendidikan petani rendah dan permodalan juga sangat terbatas, akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan keluarga petani. Tahun 2006, investasi di sektor pertanian hanya 0,37 persen, sedangkan sektor pariwisata 94 persen. Sisanya 5,63 persen sektor industri (RPJPD Provinsi Bali).
 Secara faktual potensi wilayah provinsi Bali dengan kesuburan lahan ketersediaan sumberdaya air, sektor-sektor klimatologis lainnya serta tidak kalah penting adalah aspek sosial budaya adalah dukungan yang sangat nyata terhadap peluang pengembangan potensi pertanian di wilayah Bali. Oleh karena itu pemerintah Provinsi Bali melalui kebijakannya bertekad mengembangkan program Agribisnis terpadu di pedesaan, sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan “pro poor” dan mendorong pengembangan pertanian organik, melalui pengelolaan potensi unggulan daerah dalam program pengembangan pertanian terintegrasi Provinsi Bali.  Menurut Todaro menyebutkan bahwa, pembangunan di Pedesaan khususnya bidang pertanian skala kecil mengarah pada: (1) perbaikan tingkat kehidupan “levels of living” termasuk pendapatan, lapangan tenaga kerja, pendidikan, kesehatan dan nutrisi, perumahan dan berbagai pelayanan publik; (2) mengurangi ketidak merataan pendapatan pedesaan dan ketidakseimbangan pendapatan perkotaan dan pedesaan, serta peluang ekonomi; (3) perbaikan dan keberlanjutan kapasitas sektor pedesaan (Todaro, 1990: 242).
Paradigma kebijakan publik yang diterapkan pemerintah, dimana pemerintah adalah instrumen dari pencapaian tujuan terbesar, yaitu kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan melalui perumusan kebijakan secara kolektif seperti apa yang dikemukakan Savas berikut ini “Government can be viewed as nothing more than an instrument for making and enforcing decision about collective goods (Savas, 1982: 55). Bali Mandara (Maju, Aman, Damai dan Sejahtera) merupakan visi masa depan yang ditetapkan oleh Pemda Bali, mulai tahun 2008. Visi yang melibatkan pemikiran innovatif (innovation) dan building yang melibatkan local wisdom masyarakat Bali, akan mewarnai setiap kebijakan Gubernur Bali dalam masa jabatan lima tahun. Untuk menjawab visi tersebut dalam bidang pertanian Pemda Bali mulai tahun 2009 mengadopsi Prima Tani, setelah didahului oleh presentasi BPTP Bali di depan gubernur dan kunjungan lapang gubernur ke lokasi Prima Tani.  Pengembangan model pembangunan pertanian seperti di lokasi Prima Tani oleh Pemda Bali dengan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal dengan inovasi diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani dengan memperhatikan berbagai aspek yaitu mampu menumbuhkan usahatani produktif, tidak meninggalkan kearifan lokal (local genius) serta tidak melakukan eksploitasi yang dapat menguras keberadaan sumberdaya yang ada (pro environmental). Sasaran akhir program Simantri adalah petani yang tangguh dan mandiri melalui tumbuhnya usaha-tani produktif, sehingga pendapatan petani diharapkan mencapai 2 juta per bulan.
Adopsi model Prima Tani ini juga ditindaklanjuti dengan nota kesepahaman (MoU) antara Badan Litbang Pertanian dengan Pemda Bali No:075/12/KB/B. PEM/2009 dan No:680/HM.240/I.10/09 pada tanggal 28 Oktober 2009 dengan tindak lanjut pengembangan model pertanian terintegrasi secara berkelanjutan. Untuk meningkatkan dukungan Pemerintah daerah kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan MoU antara gubernur dengan bupati/walikota  se Bali, sehingga dalam pembangunan pertanian diharapkan dapat bersinergi. Indikator keberhasilan dari program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yaitu terciptanya usahatani produktif in situ, terciptanya lapangan kerja (pro-job) melalui pengembangan diversifikasi, berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan yang bermuara pada peningkatan pendapatan petani (BPTP Bali, 2011).

1.2.Identifikasi Permasalahan
Kebijakan dapat diarahkan pada upaya-upaya sebagai berikut: social assistance; nature and site protection; protection of the environment; development or employment conservation; land control (purchase, reserve etc.); finansial participation in public and planning control and building regulation (Norton, 1997: 63). Persoalan-persoalan sosial, proteksi dan perlindungan lingkungan, pembangunan, lapangan kerja, tata kelola pertanahan, perencanaan dan pengawasan keuangan, regulasi dan perencanaan pembangunan dapat menjadi permasalahan yang menarik dalam kebijakan publik. Menurut John Friend and Neil Jessop menyatakan bahwa, “planning is concerned with the reduction of uncertainty” (Eclock, 2005: 138) bahwa perencanaan diarahkan pada upaya mengurangi ketidakmenentuan, agar dapar melakukan koordinasi atas berbagai persoalan yang akan dibahas dalam kebijakan publik, mengurangi dampak masalah-masalah kebijakan yang tidak menentu di masa mendatang.  Masalah-masalah tersebut akan dapat memasuki agenda kebijakan apabila intensitasnya meluas, menjadi perhatian banyak orang (opini publik) baik dari kalangan pemerintah, media massa, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, swasta dan masyarakat. Terjadi kesamaan persepsi dan pandangan dari semua stakeholder bahwa masalah bersangkutan potensial meresahkan masyarakat, memiliki dampak yang luas apabila tidak diselesaikan maupun diselesaikan, dan menjadi perhatian publik.
Dari latar belakang di atas dapat di tarik beberapa pokok permasalahan yang dihadapi baik dalam penerapan kebijakan, maupun situasi secara nyata yang dihadapi masyarakat petani antara lain:
1)        Kebijakan Pemerintah Daerah mendorong percepatan Pembangunan bidang Pertanian, belum mampu memotivasi  minat dan kemampuan masyarakat Petani.
2)        Pengetahuan Masyarakat Petani dalam penggunaan teknologi dan peluang ekonomi masih rendah.
3)        Konsistensi Pembinaan Dinas Pertanian dan Peternakan sangat lemah
4)    Sistem pengelolaan Peternakan dan pertanian terintegrasi menciptakan prilaku ketergantungan masyarakat petani.

1.3.Identifikasi Isu-Isu yang Berkembang
Formulasi kebijakan publik, untuk dapat menghasilkan sebuah kebijakan yang dapat memberi solusi pada pokok persoalan yang dihadapi kelompok sasaran, dalam hal ini masyarakat petani, perlu juga memperhatikan berbagai isu yang berkembang di Bali. Isu-isu tersebut bisa berkaitan langsung maupun tidak langsung terhadap persoalan petani. Pengenalan isu-isu kebijakan ini dibutuhkan agar rumusan kebijakan dapat dinilai dari berbagai segi dan didukung oleh berbagai stakeholder baik dari pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat target group. Dengan menjadi perhatian dan memasukkannya ke dalam agenda pembahasan kebijakan publik, dimungkinkan isu-isu tersebut menjadi isu strategis yang secara intensif dibahas dan dapat didorong menjadi kebijakan publik. Beberapa isu berkembang yang mendorong dikeluarkannya kebijakan Sistem Pertanian Terintegrasi adalah sebagai berikut:
1)    Program "Bali go Green" (Suryantha Putra, 2010), mendorong peningkatan tingkat kunjungan Wisata Bali;  menurut Compston ide greenhouse sebagai akibat hal-hal sebagai berikut: 
Gagasan bahwa iklim berubah sebagai akibat dari aktivitas manusia didasarkan pada penemuan ilmiah bahwa (1) karbon dioksida, metana, nitrous oxide, yang chlorofluorocarbons (CFC) dan ozon menghangatkan bumi dengan menyerap sebagian dari radiasi matahari yang dipantulkan dari bumi yang akan dinyatakan memancarkan kembali ke ruang angkasa (efek rumah kaca), (2) konsentrasi gas-gas ini di atmosfer meningkat, (3) kenaikan ini terutama disebabkan oleh skala meningkatnya aktivitas manusia dan khususnya oleh pembakaran bahan bakar fosil, dan (4) suhu rata-rata yang sebenarnya meningkat seiring waktu (Compston, 2009: 136)
 2)    Penggunaan pupuk organik dan mendorong peningkatan hasil pertanian dan  mencegah kerusakan lahan pertanian. Di Bali telah terdapat organisasi yang khusus menengani dan mengupayakan pertanian organik yaitu Bali Organic Association (BOA), dimana dalam beberapa praktik pengembangan pertanian Organik di Wilayah Pancasari dapat memberikan keuntungan besar bagi petani sayur-mayur, yang khusus menangani kebutuhan pasokan pariwisata (hotel dan restaurant di Bali), disamping itu adalah mempertahankan kondisi lingkungan pertanian dari kerusakan yang diakibatkan oleh system pertanian yang tidak berimbang, dengan lebih mempergunakan bahan-bahan non kimia (organik).
3)    Peningkatan dan mempertahankan keberadaan Sapi Bali. Pemerintah Provinsi Bali melakukan terobosan dalam meningkatkan populasi sapi Bali, dengan mengarahkan sistem pertanian terintigrasi (Simantri) menjadi pusat pembibitan ternak sapi bali yang selama ini merupakan satu-satunya sumber plasmanutfah yang menjadi aset nasional. Dengan adanya pusat pembibitan sapi bali yang tersebar di delapan kabupaten dan satu kota Bali diharapkan sapi bali tetap dapat dilestarikan dan dikembangkan di Pulau Dewata, dengan harapan populasinya terus bertambah, sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat setempat termasuk wisatawan dalam menikmati liburan di Bali (Sumantra, 2011).
4)    Pembangunan Ekonomi Pertanian berkelanjutan dan Ekonomi Kerakyatan “support for agricultural essentially on social and environmental grounds” (Garzon, 2006: 38). Pembangunan daerah Provinsi Bali adalah pada aspek supremasi hukum, ekonomi rakyat, lingkungan hidup, politik demokratis, pemerintahan yang professional  (good governance) dan kebudayaan daerah tanpa mengurangi pentingnya aspek aspek pembangunan lainnya (Poldasbang Bali 200-2005).

1.4.Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1)      Memberikan kajian komprehensif tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat petani yang tergabung dalam Gapoktan (gabungan kelompok tani), khususnya yang melaksanakan Sistem Pertanian Terintegrasi;
2)        Memberikan masukan kepada pemerintah daerah Bali untuk dapat melakukan evaluasi dan perbaikan program kebijakan bidang pertanian secara kolektif;
3)        Sebagai bahan untuk meningkatkan kemampuan penulis dalam mengkaji sebuah permasalahan melalui pendekatan ekonomi politik kebijakan publik;

II.   Deskripsi Sistem Pertanian Terintegrasi di Bali
Sesuai dengan konsep awal Prima Tani yaitu Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID), peningkatan produktivitas usahatani dilakukan melalui intensifikasi maupun diversifikasi dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal. Sejalan dengan itu, sistem pertanian terintegrasi merupakan sistem pertanian dengan mengoptimalkan semua potensi sumberdaya lokal yang ada dengan orientasi pada kegiatan usahatani bebas limbah (zero waste). Simantri sesungguhnya merupakan bentuk implementasi dari konsep “pertanian tekno-ekologis”, yakni model pertanian yang memadukan antara kekuatan atau daya dukung ekosistem dengan penggunaan teknologi maju dengan ciri utama adanya integrasi (Guntoro, 2011: vii). Pada pelaksanaannya diharapkan mampu menumbuhkan integrasi horizontal dan vertikal, sehingga diharapkan mampu memberikan keuntungan antara lain peningkatan produktivitas usahatani, peningkatan efisiensi, peningkatan nilai tambah (added value) yang akhirnya mampu memberikan peningkatan pendapatan petani.
Pengembangan program Sistem Pertanian Terintegrasi dilakukan mulai tahun 2009 pada 10 lokasi yang dibiayai dari anggaran perubahan. Pengembangan diarahkan pada model percontohan dengan dana kurang lebih 200 juta dalam bentuk bansos di setiap lokasi (1 gapoktan). Pemanfaatan dana bansos dilengkapi dengan perangkat juklak dan juknis yang telah disiapkan dengan alokasi dana sebagian besar untuk pengadaan ternak sapi bali betina (masing-masing 20 ekor), kandang koloni, rumah pengolahan kompos, instalasi bio-urin, rumah pakan dan rumah pakan (gudang awetan pakan), sedangkan sebagian kecil dana dimanfaatkan untuk pengadaan benih/bibit tanaman pangan, perkebunan serta pada beberapa lokasi yang memiliki potensi perikanan dana juga dimanfaatkan untuk pembuatan kolam dan pembelian benih ikan.
Kegiatan awal yang dilakukan yaitu kegiatan budidaya (ternak sapi tanaman sesuai potensi daerah), pengolahan limbah tanaman untuk pakan ternak, pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik (kompos) dan bio- gas serta pemanfaatannya, menuju kepada kelompok yang mandiri pangan, pakan, pupuk organik dan energi (bio-gas). Hal ini sesuai dengan pendapat Simamora dkk., limbah yang berupa feses, urine, dan sisa pakan bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan berbagai kebutuhan hidup, dari pupuk organik, hingga menjadi penghasil energy seperti bio-gas (Simamora dkk, 2006:8).  Pendapatan ini juga didukung oleh Compston “there are also indirect implications for public policy through the contribution of rises in energy use to growth and diversification of production and comsuption, and to the increasing mobility of people and goods” (Compston, 2009: 137). Dengan tumbuhnya kegiatan produktif juga diharapkan mampu menumbuhkan simpul agribisnis serta berkembangnya kelembagaan keuangan mikro (koperasi) mengarah pada konsep “ekonomi politik kelembagaan” di Bali. Tujuan ekonomi memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa adalah tujuan subordinat mengamankan harmoni keseluruhan antara praktek-praktek sosial dan membangun hubungan etis antara anggota masyarakat (Browning & Kilmister, 2006: 14).
Pengembangan model pertanian terintegrasi seperti halnya pelaksanaan Prima Tani juga diawali dengan pelaksanaan PRA, beseline survey serta penyusunan rancang bangun yang di dalamnya termuat road map setiap lokasi sesuai dengan potensi wilayah masing-masing. Kegiatan ini dilakukan untuk memetakan kebutuhan petani, menggali tentang teknologi apa yang sudah dimiliki, kesiapan lahan dan keanggotaan petani. Model ini disebut dengan proses “deliberation” melalui media fokus diskusi group (FGD) yang memungkinkan civil society terlibat dalam proses penyusunan keputusan “decision making”, untuk kemudian menghasilkan kebijakan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri. Pengembangan model pertanian terintegrasi akan terus dikembangkan. Sampai tahun 2013 diharapkan terdapat 350 1okasi Simantri yang artinya hampir setengah dari desa di Bali (715 desa) akan ada unit percontohan Simantri. Pengembangan Simantri di Bali sampai 2011 direncanakan sebanyak 150 1okasi dengan rincian tahun 2009 (10 lokasi), 2010 (40 lokasi) dan 2011 (100 1okasi). Sebaran lokasi Simantri per kabupaten seperti Tabel 1.
Tabel 1. Lokasi Simantri tahun 2009, 2010 dan 2011
No
Kabupaten/Kota
TAHUN
2000
2010
2011
1
Buleleng
4
12
18
2
Jembrana
1
  2
  6
3
Tabanan
1
  4
10
4
Badung
1
  1
  4
5
Denpasar
-
  1
  2
6
Gianyar
1
  2
14
7
Kulungkung
-
  3
17
8
Bangli
1
  9
12
9
Karang Asem
1
  9
17

Jumlah
       10
     40
   100
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (BPTP Bali, 2011)

Dukungan Stakeholders, Pendanaan program Simantri dianggarkan dari APBD Daerah Bali. Satu unit percontohan/demplot dianggarkan + Rp 200.000.000,- dalam bentuk bansos. Sampai tahun 2011 dana yang telah dikucurkan untuk program ini yaitu masing-masing tahun 2009 (Rp 2 milyar), tahun 2010 (Rp 5 milyar) dan tahun 2011 (Rp 20 milyar). Pada Musrenbang RKPD Provinsi Bali 2011 pengajuan anggaran untuk program Simantri tahun 2012 dan 2013, masing-masing Rp 24,5 dan 25 milyar. Dukungan Pemda Kabupaten/Kota terhadap program ini menindaklanjuti MoU antara Gubernur Bali dengan Bupati Kabupaten/ Kota. Rekapitulasi terhadap dukungan pemerintah kabupaten/kota terhadap pelaksanaan program ini sudah banyak. Dukungan yang diberikan ada dalam bentuk pembangunan sarana fisik pendukung, pembinaan teknis maupun penguatan kapasitas kelembagaan serta dukungan lainnya. Diharapkan pada tahun ketiga Simantri sudah menjadi tanggungjawab Kabupaten untuk keberlanjutannya. Stakeholders lain yang juga berkontribusi terhadap pelaksanaan Simantri adalah asosiasi pedagang sapi antar pulau yaitu berupa dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dialokasikan dalam bentuk ternak sapi betina produktif masing-masing 2 ekor per lokasi Simantri 2009 dan 2010 serta akan terus mendukung untuk pengembangan di tahun berikutnya.
Dalam kurun waktu 1 tahun pelaksanaan Simantri penulis berkesempatan ikut sebagai konsultan dalam melakukan evaluasi dan penyusunan Road Map Pengembangan Usaha Tani Terintegrasi di 40 Gapoktan yang tersebar di seluruh wilayah Bali Tahun Anggaran 2010 (pelaksanaan Juli sampai Desember 2010), dengan rincian paling banyak di Kabupaten Buleleng 12 Gapoktan; Jembrana 2 Gapoktan; Tabanan 4 Gapoktan; Badung 1 Gapoktan; Denpasar 1 Gapoktan; Gianyar 2 Gapoktan; Bangli 6 Gapoktan; Klungkung 3 Gapoktan; dan Karang Asem 9 Gapoktan.  Sistem Pertanian Terintegrasi dapat digambarkan seperti pola pengembangan Simantri Gapoktan Tunggal Giri Amerta Desa Pedawa, Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng, yang sempat penulis ikuti, khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Buleleng dan Karang Asem.
  Berdasarkan hasil fokus diskusi kelompok (focus group discussion) dan penyebaran kuesioner pada Gapoktan yang menjadi obyek riset ditemukan sejumlah persoalan antara lain:
a.        Hasil Pertanian; belum dapat mendukung pendapatan petani dimana laporan akhir Road Map gapoktan yang memperoleh program Simantri di Desa Tunjung Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng masih rata-rata  Rp. 153.973, - perkapita
b.    Hasil olah limbah ternak; kurangnya sosialisasi pupuk organik; rendahnya kemampuan teknis untuk produksi dan penggunaan bio-gas; rendahnya kemampuan teknis untuk pengolahan dan penggunanaan bio-urine menjadi pestisida dan kurangnya sosialisasi tentang usaha gapoktan, penggunaan hasil produk gapoktan (pupuk, bio-urine dll).
c.    Pembinaan dan Pelatihan Petani; penguasaan teknologi pertanian masih rendah; dan pengolahan hasil pertanian yang berorientasi pada pasar wisata masih rendah (pertanian organik, dimana disektor wisata harganya sangat tinggi) tetapi minat petani masih rendah.
d.      Teknik Pengolahan Pakan; kurangnya pelatihan pengolahan Pakan Ternak, mesin pengolahan pakan tidak berfungsi dan bahkan ada difungsikan untuk keperluan lain.
e.  Hasil peternakan dan perikanan; fluktuasi hasil produksi ternak (sapi) tinggi dan harga cenderung menurun, tidak ada teknik penampungan/pengolahan ketika kelebihan produksi perikanan seperti lele (di wilayah Kalianget).
f.       Hubungan komunikasi antar petani; pemahaman terhadap simantri kurang baik; tidak ada kerjasama gapoktan dengan petani sekitarnya.
g.      Kemitraan dengan pihak ketiga; kurangnya pola kemitraan dengan pihak ketiga, belum ada swasta yang mau berinvestasi terhadap usaha tani secara berkelanjutan.
h.      Sistem manajemen dan pengelolaan pertanian; perlunya penanganan masalah air (komplik penggunaan air); biaya produksi pertanian mahal/tinggi; penganggulangan hama tidak memadai.
i.     Sistem Pengelolaan Peternakan dan Perikanan; kurangnya lahan pakan ternak dan kemampuan mengolah pakan ternak di musim kemarau; budi daya dan diversifikasi usaha ternak dan Perikanan  belum memadai; dan
j.        Sarana prasarana jalan/tranfortasi pertanian (jalan subak) tidak memadai; sebagian dari sarana pengolah limbah baik bio-urine, bio gas, mesin pengolah pakan dan kompos tidak berfungsi atau tidak difungsikan.
k.  Keberlanjutan Simantri; sistem tata kelola dan pengusahaan fasilitas pendukung, permodalan lebih menekankan pada bantuan pemerintah seperti: penyiapan kandang, jalan petani, saprodi, pemeliharaan fasilitas bio-gas, bio urine, dan permodalan, hanya sedikit kemampuan swadaya, hal ini mengakibatkan ketergantungan petani pada pemerintah.
l.    Sistem Manajemen gapoktan tidak berjalan dengan baik,  terancam bubar dan bahkan sudah ada membubarkan diri, disebabkan lokasi pemukiman antara petani dalam kelompok (Gapoktan) berjauhan (100 meter sampai 3 km), dengan media kandang koloni memberatkan pelaksanaan sistem simantri, baik dalam hal memberi makan ternak, mengangkut kompos yang dihasilkan, penggunaan urine, bio-gas, manajemen pengelolaan (penyelenggaraan pertemuan, pembinaan, pelatihan dll), menurut sebagian petani yang diriset sangat tidak efektif dan biaya tinggi.

III.   Teori-Teori Pendukung
Secara teoritis kebijakan Daerah Provinsi Bali dalam pengembangan system pertanian terintegrasi berbasis masyarakat, secara ekonomi bertujuan untuk mendorong peningkatan usaha petani, menciptakan lapangan kerja, mengurangi biaya produksi melalui penggunaan limbah dan kotoran ternak sebagai pupuk, meningkatkan nilai tambah (aspek bio-urine, bio-gas, kompos), dan sistem manajemen keuangan masyarakat melalui pengembangan sistem ekonomi mikro seperti koperasi Gapoktan. Secara politik adalah upaya peningkatan daya dukung masyarakat dengan tata kelola (governance) yang baik, dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan swasta dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan pembangunan khususnya di bidang pertanian. Peran pemerintah dalam mendorong dan membangkitkan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan, dalam hal ini mempertahankan dan memelihara subsistensi bidang pertanian, berwawasan lingkungan yang akan diharapkan dalam upaya mendukung pengembangan pariwisata Bali, dengan tetap berupaya menciptakan lingkungan pertanian yang sejuk, subur, nyaman dan lestari.
Pendekatan kearifan lokal yang telah dimiliki oleh petani, seperti system sangkepan (musyawarah mufakat) dalam menyusun program berdasarkan pilihan masyarakat, berbasis kemampuan dan kebutuhan masyarakat “pilihan publik”. Nuansa ini akan mengantarkan masyarakat dalam keterlibatan aktif (partispasi) dalam setiap kegiatan yang menyangkut bidang lahan pertanian yang mereka kerjakan. Disampng itu petani memiliki organisasi yang kuat yaitu subak yang diikat dengan peraturan-peraturan yang mengikat (awig-awig), diharapkan mampu melakukan memberi kontribusi dan memperkuat posisi petani (keberdayaan) dalam menghadapi tekanan ekonomi dan berbagai persoalan yang dihadapi akibat penerapan kebijakan oleh pemerintah, tekanan pariwisata dan pihak swasta lainnya. Dengan keberdayaan tersebut, petani mampu mengelola dan merubah ancaman dari luar menjadi peluang dan melakukan program kemitraan dengan pemerintah, swasta dan terlibat sebagai penyangga pariwisata Bali. Secara rinci berbagai teori yang mendukung dalam penerapan kebijakan di Bali dapat dijelaskan seperti penjelasan selanjutnya.

      3.1.Teori Governance
Menurut Lynn mengemukakan  dalam Governance terjadi transformasi dari state  ke society meliputi perubahan: 1) reduksi signifikan dalam proporsi human service resources dalam kewenangan pemerintah dan legislative melalui proses yang semestinya; 2) melibatkan fakta devolusi dan regulasi adminitrasi; 3) perubahan strategi penguatan agen tidak koersif tetapi melalui negosiasi dan penguatan responsibilitas publik; 4) terjadinya kesamaan persepsi dari berbagai pihak, baik dari administrator program; agen-agen swasta; kelembagaan masyarakat sipil dan melalui profesionalime serta menempatkan prioritas lokal; 5) penguatan kelompok kepentingan dan keterlibatan citizen dan pengaruh semua tingkatan policy making serta proses bargaining pada program masa depan; 6) peningkatan jumlah dan mengkaper (secara individu atau keluarga) melalui alternatif pengaturan layanan pada aspek kesejahteraan, lebih mengarah pada lembaga non pemerintah; dan 7) penurunan perluasan kooptasi pada kegiatan non-profit melalui pemerintah terhadap sumberdaya publik digantikan dengan sumberdaya civil society (Lynn, 2011: 222).
Petter dan Pierre ( dalam Fredericson & Smith, 2003:216) menyatakan empat elemen dasar karakteristik dari diskusi governance : 1) dominasi jaringan, sebagai ganti institusi pembuat kebijakan formal, governance didominasi melalui sebuah kesatuan koleksi kepemilikan pengaruh berbagai aktor terhadap apa dan bagaimana public good  dan service  diselenggarakan. 2) pengurangan kekuatan kontrol negara, walaupun pemerintah tidak lagi memperluas penyelenggaraan pengawasan terpusat pada kebijakan publik, pemerintah masih memiliki kekuasaan yang berpengaruh terhadap kebijakan. Kekuasaan negara sekarang terlihat pada kemampuan negosiasi dan bargaining dengan aktor-aktor dalam jaringan kebijakan. Para anggota jaringan mengakui kesamaan posisi dalam proses kebijakan. 3) perpaduan antar sumber daya publik dan privat, para aktor publik dan privat memanfaatkan satu dengan yang lainnya untuk memperoleh sumber daya yang mereka tidak dapat peroleh secara mandiri. Sebagai contoh menggunakan organisasi privat sebagai pelaksana kebijakan yang memungkinkan pemerintah mengatasi persoalan kemahalan dan prosedur waktu penyelesaian serta isu akuntabilitas. Organisasi privat meyakinkan negara pada sejumlah proyek yang menguntungkan kepentingan publik, tetapi tidak seperti penyelenggara keuangan di sektor swasta. 4) menggunakan multi instrument, maksudnya dalam meningkatkan keikhlasan untuk mengembangkan dan mempergunakan metode tradisional dalam membuat dan melaksanakan kebijakan publik. Dalam hal ini sering terdapat intrumen secara tidak langsung, seperti menggunakan insentif pajak untuk mempengaruhi perilaku daripada komando dan pengawasan regulasi yang merubah perilaku.

 3.2.Pembangunan Manusiawi dan Berkelanjutan (Sustainable  Development)
Pembangunan dikonsepkan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi manusia, tuntutan mengenai perlunya pengutamaan wajah-wajah manusiawi dalam proses pembangunan dikemukakan oleh Deni Goulet (1973). Meningkatkan perhormatan terhadap martabat manusia, menurut Illich mengemukakan konsep keseimbangan multidimensi dalam kehidupan manusia yang dapat dijadikan kerangka untuk menilai hubungan antara manusia dan alat yang dipakainya. Selanjutnya Goulet memberikan makna kepada pembangunan menjadi tiga komponen utama yaitu: kelangsungan hidup (life-sustenance), kehormatan diri “self esteem” (Lerner, 2002: 537) dan kebebasan (freedom). Menurut Scales & Leffert menyebutkan dalam kebijakan pembangunan manusia adalah meliputi: “development of life skills, leadership skills, decision-making skills, and public-speaking ability (Lerner, 2002: 537). Dengan demikian pembangunan mengarah pada peningkatan kemampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan sebanyak mungkin, untuk kelangsungan hidup: pangan, perumahan, kesehatan, dan perlindungan, yang merupakan prasyarat kualitas hidup yang layak. Tetapi pemenuhan atas kesemuanya itu tidak demi akumulasi kekayaan dan materi. Manusia harus memiliki sandang, pangan, kesehatan dan perlindungan itu “in order to be more”, yaitu agar manusia dapat hidup layak sebagai manusia, agar dapat mencapai nilai pembangunan yang lain, yakni rasa harga diri atau kehormatan diri, suatu kualitas diri yang oleh Goulet digambarkan sebagai keautentikan, identitas, kemuliaan (dignity), kehormatan (respect) dan pengakuan (recognition). Pendapat ini didukung oleh Foucault menyebutkan “the character of human life: starting with principle of autonomus individuality enshrined in widely circulating and circumscribed to notion of human right (Goede, 2006: 66).
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development), sustainability menurut world commission diartikan sebagai suatu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa mendatang (Suryono, 2006: 20; Blackburn, 2007: 22). Menurut Blackburn sustainabilitas berkaitan dengan beberapa pertanyaan antara lain: 1) pertanyaan tentang keberhasilan ekonomi (penggunaan yang bijaksana dari sumber daya keuangan: apakah kegiatan bisnis dapat mempromosikan pemantauan terhadap keadaan ekonomi yang berkelanjutan bagi perusahaan dan komunitas global,  2). Pertanyaan tentang tanggung jawab sosial (menghormati orang: apakah kita melakukan bisnis, dengan cara memberikan kontribusi untuk kesejahteraan karyawan dan masyarakat global, 3) tanggung jawab; pertanyaan tentang lingkungan (menghormati kehidupan dan penggunaan bijaksana dan pengelolaan sumber alam): apakah mengelola kegiatan dengan cara yang melindungi lingkungan untuk membantu memastikan bumi dapat mempertahankan generasi mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan masa depan  (2007: 23-24).  
Dalam kontek Indonesia menurut Emil Salim (Racbhini,1996: 178) berusaha mendefinisikan dasar dan pengertian pembangunan berkelanjutan sebagai proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber alam dan sumberdaya manusia dengan menyerasikan keduanya untuk kelangsungan pembangunan tersebut. Dari konsep ini konsekuensinya sebagai berikut:
a)     proses pembangunan harus berlangsung secara berkelanjutan dengan dukungan sumber alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara berkelanjutan.
b)      sumber alam memiliki ambang batas dimana penggunaannya akan menciutkan kuantitas dan kualitasnya, sehingga berkurang pula kemampuannya untuk menopang pembangunan dan menimbulkan gangguan keserasian antara alam dan manusia.
c)     kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup.
d)   pola penggunaan sumber alam tidak menutup kemungkinan memilih opsi lain di masa depan dalam menggunakan sumber alam
e)   pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk bisa meningkatkan kesejahtraannya pula.
 Selanjutnya menurut Gert Thoma  (Racbhini,1996) bahwa pergeseran model pembangunan  menuju penerapan model pembangunan berkelanjutan sangat dirasakan perlu mengingat beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a.        Pembangunan merupakan kehendak menuju perbaikan yang bertumpu pada sendi spiritual dan martabat manusia.
b.  Keseimbangan alam dan lingkungan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembangunan tersebut.
c.        Partisipasi masyarakat banyak dalam pengambilan keputusan sangat diperlukan dalam setiap tahap dan proses pembangunan.
d.        Pembangunan berkelanjutan memungkinkan terciptanya kebutuhan untuk masyarakat secara mayoritas, baik pada saat ini maupun untuk generasi di masa mendatang.
  
      3.3.Pilihan Publik (Public Choice)
Holcombe dan Dmitry Ryvkin, (2010), melalui sebuah ilustrasi sebagai berikut sebuah sastra substansial dalam pilihan publik menganalisis bagaimana pengambilan keputusan kolektif memilih di antara berbagai pilihan. Jika keputusan kelompok akan dibuat di antara pilihan A, B, dan C, pilihan mana yang akan kelompok pilih? Ini mengasumsikan anggota kelompok mengetahui  hasil dari pilihan antara yang mereka pilih. Makalah ini tidak menganalisis bagaimana kelompok memilih di antara berbagai pilihan, melainkan bagaimana menentukan, apa hasilnya jika beberapa pilihan tertentu dipilih. Sebagai contoh, apa yang akan terjadi jika kelompok setuju untuk mengambil sebuah pilihan?). Selanjutnya Reksulak (2010) menyebutkan bahwa pendekatan teori pilihan publik terhadap kebutuhan antitrust harus disandingkan dengan penuh semangat “public interest theory” (Teori kepentingan umum) yang berlaku pada sentimen di Eropa. Salah satu langkah menuju tujuan yang telah digariskan menggambarkan sebagai "kebijakan antitrust kuat" bahwa bersamaan menggabungkan tujuan penalaran ekonomi, kesadaran sumber daya dan pengakuan eksplisit "konsekuensi umum tentang kesejahteraan".  Pasar politik di dalam teori pilihan publik adalah institusi untuk mengagregasi pilihan individu menjadi pilihan kolektif (Rachbini, 2002: 110). Dalam karya yang lain Willian F Shugart II dan Fred S McChesney (2010) menyoroti tentang “kepentingan umum” sebagai berikut “pilihan publik utama untuk menjelaskan perilaku individu dalam pengaturan alternatif non-pasar yang disediakan, positif diuji pada pemikiran ortodoks, sebagian besar normatif "kepentingan umum" penjelasan pemerintah, bisa juga bermanfaat diterapkan ke dunia kebijakan antitrust. Dalam konteks pemikiran munculpilihan publik” tentang lembaga administratif.
Pilihan tindakan yang dilakukan pemerintah dalam memfasilitasi kepentingan individu (private goods) dan komoditas publik (public goods) semisal air, BBM, kelautan dapat menggunakan pilihan-pilhan rasional, apakah keputusan dapat mempengaruhi individu-individu yang lain (masuk dalam wilayah public goods dapat dilakukan dengan intervensi pemerintah, kalau tidak berarti private goods yang dikelola tanpa campur tangan pemerintah. Sebagai ilustrasi politisi dapat berfungsi sebagai enterpreneur atau produsen, yang menawarkan cara terbaik untuk mengkonsumsi komoditas publik, dan masyarakat pemilih sebagai konsumen, yang akan memanfaatkan dan mengkomsumsi komoditas publik tersebut.  RCT mendefinisikan tindakan rasional individu dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kendala (Zey, 1998: 2-3):
1.      Scarcity of recourcess (kelangkaan sumber daya), aktor memiliki sumber daya yang berbeda, serta perbedaan akses ke sumber daya mengacu pada perspektif Karl Mark (1867) Dan Talcott Parson (1951);
2.   Opportunity cost (biaya-kesempatan), ini kendala terkait dengan kelangkaan sumber daya, biaya kesempatan adalah biaya-biaya yang terkait dengan tindakan yang yang akan diambil (Friedman dan Hechter 1988);
3. Institutional norm (norma kelembagaan, kendala-kendala institusional mempengaruhi baik penghargaan dan biaya, memberikan dukungan dan kendala terhadap pelaku individu melalui mekanisme seperti norma keluarga, kebijakan sekolah dan organisasi formal lainnya, hukum pemerintahan; dan  
4.   Information is an important constraint to making rational choice. Model pilihan rasional tradisional mengasumsikan bahwa aktor harus sempurna, atau setidaknya cukup informasi untuk membuat pilihan purposive di antara program alternatif tindakan.
Teori pilihan publik regulasi analog dengan pengambilan keputusan regulasi sebagai pembuatan keputusan pasar. Secara khusus, memperlakukan legislatif, lembaga peraturan, dan elektoral dipandang dalam motif  ekonomi di mana para aktor, termasuk citizen, anggota legislatif, lembaga, dan kelompok kepentingan terorganisir terpengaruh regulasi kebijakan pertukaran peraturan "goods", "demanded" dan "supplied" menurut prinsip-prinsip dasar yang mengatur permintaan dan suplay barang ekonomi  (Stigler dalam Croley, 1998: 34).
Adapun Karakteristik Public Choice adalah sebagai berikut:
1.    Menempatkan perhatian pada pengekplorasian barang-barang kesejahteraan sosial dan fungsi-fungsi pilihan sosial.
2.        Memfokuskan pada masalah-masalah pengagregasian preferensi individual untuk memaksimalkan fungsi kesejahteraan sosial, atau untuk memenuhi seperangkat kriteria normatif, misalnya bentuk keadaan sosial yang mana yang harus dipilih sesuai dengan keinginan pemberi suara individual.
3.   Menekankan pada perhitungan dan perincian rasionalitas keputusan, baik oleh individu maupun oleh pemerintah.
4.  Tidak mengesampingkan kemungkinan adanya kepentingan kolektif (atau tindakan kolektif) tetapi melihatnya sebagai hasil dari pencapaian kepentingan individual.
5.     Tidak mengesampingkan eksistensi politik, tetapi berasumsi bahwa perilaku politik dan institusi-institusi bisa dianalisa sebagai analogi perilaku ekonomi dan institusi-institusi pasar.

      3.4.Pemberdayaan (empowerment)
Menurut Friedman pemberdayaan sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung, melalui partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung (Suryono, 2006: 21).  Pemberdayaan memiliki berbagai pemahaman yang dapat disinonimkan dengan : self-esteem, self reliance, self actualization, self transformation, personal competence, power coping skill, citizen participation, community building, and social or political transformation (Battistoni & Ludson, 1997: 204). Pemberdayaan juga memiliki perspektif yang berbeda antara lain: 1) banyak dilihat sebagai keadaan atau kondisi yang memiliki pemberdayaan, 2) pemberdayaan dapat dianggap sebagai suatu cara berada di dunia; 3) mungkin muncul sebagai visi untuk transformasi pribadi atau politik atau sebagai transendensi diri, melainkan dapat dipahami sebagai proses, seumur hidup sering sulit menjadi  individu; dan 5) pemberdayaan dapat dilihat sebagai evolusi manusia kolektif terhadap fungsi optimal, dan aktualisasi potensi masing-masing individu  (Battistoni & Ludson , 1997: 204).
Pemberdayaan dalam pengertian kemampuan partisipasi, menurut Evans partisipasi dalam pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai berikut: “at all., position which involve major actor of economic decision making are thought to entail ideological oppurtunities and power- therefore to be a vital matter for the parties and the people”(di semua posisi, yang melibatkan aktor utama dari pengambilan keputusan ekonomi, diperkirakan memerlukan peluang ideologi dan kekuasaan, karena itu menjadi masalah penting bagi para pihak dan rakyat) (Evans et.all., 1989: 237). Setiap stakeholder memiliki cara yang berbeda dalam mengubah sesuatu  yang sama sebagai peluang untuk mencapai rencana dalam hidup mereka,  perbedaan-perbedaan ini mungkin secara fisik atau sosial diwujudkan dan mungkin disebabkan oleh perbedaan: 1) moral dan intelektual kapasitas dan keterampilan, 2) kapasitas fisik dan keterampilan, 3) konsep yang baik, serta 4) selera dan preferensi  (Biondo dalam Minogue & Carino, 2006: 188).

      3.5. Teori Peran Negara
Fungsi atau peran negara adalah menyangkut dua fungsi utama, yaitu menanggulangi kegagalan pasar dan meningkatkan pemerataan (Kuncoro, 2004). Dalam menanggulangi kegagalan pasar, negara dapat berperan pertama, peran minimal yang harus dilaksanakan yakni: menyediakan barang-barang publik murni, meliputi: pertahanan, keamanan, manajemen ekonomi makro, dan penyediaan fasilitas kesehatan publik. Kedua, peran perantara yaitu :
a) menanggulangi ekternalitas: pendidikan dasar, perlindungan lingkungan.
b) mengatur monopoli: peraturan jasa umum, kebijakan anti monopoli.
c) mengatasi informasi yang tidak sempurna meliputi: asuransi (kesehatan, jiwa, pensiun), peraturan keuangan, perlindungan konsumen).  
Ketiga, peran aktif yaitu: mengkoordinasikan kegiatan swasta: mendukung fungsi pasar, memberikan inisiatif. Fungsi utama kedua adalah meningkatkan pemerataan terdiri dari:
a) melindungi si miskin: pengentasan kemiskinan, bantuan bencana.
b) menyediakan asuransi sosial, pemerataan pensiun, dana pensiun, tunjangan, penganggaran dan c) redistribusi aset.
Dalam model penerapan administrasi negara baru (Ibrahim, 2007: 10) dalam ranah negara dan pemerintahan berperan secara  terperinci meliputi:
a)  Tanggungjawab dari pejabat-pejabat terpilih untuk membuat kebijakan-kebijakan publik yang demokratis.
b)      Otoritas konstitusional dari pengadilan menjadi penafsir hukum yang tinggi.
c)      Menjunjung tinggi hak-hak dan kewajiban warga negara.
d)     Keterikatan pada sistem ekonomi yang menjamin lapangan kerja upaya yang wajar, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang menunjang kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
e) Organisasi publik harus tanggap terhadap perubahan, sehingga administrasi negara harus selalu mengadakan penyesuaian-penyesuaian dan memiliki pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan responsif serta adaptif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi (secara tepat).
 Terkait dengan partisipasi pasar menurut Burlamaqui et. all. (2000:10),  kelembagaan pemerintah perlu memahami kontek meliputi: peran formal dan informal berkenaan dengan kepentingan organisasi (peran dalam asosiasi politik, peran atas penggabungan, peran lobbying); ideologi formal dan informal hubungannya dengan “fairness and natural right” di dalam masyarakat; peran kelembagaan formal dan informal yang menentukan bagaimana struktur kewajiban dapat dirubah (prosedur untuk perubahan legal, kebiasaan sosial berkenaan hak-hak dan kewajiban yang dilegitimasi). Kemampuan pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsi diatas akan memperkuat daya dukung masyarakat kepada pemerintah, yang tercerminkan dengan sedikitnya hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakan pemerintah baik dari tingkat pusat maupun sampai pada tingkat daerah.

IV.   Alternatif Solusi dan Rekomendasi
Dituntut kapasitas kebijakan pemerintah daerah agar dapat menangani berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dengan menekankan pada peningkatan kualitas kebijakan yang tidak saja, dilakukan oleh pemerintah tetapi juga pengembangan kemampuan masyarakat.  Seperti apa yang kemukakan Polidano  sebagai berikut,
“policy capacity (the ability to structure the decision making process, coordinate it troughout government and feed analysis in to it, implementation authority (the ability to carry out decisions and enforce roles, within the public sector itself and the wider society) and operational efficiency (the ability to delivery service..efficiently and at a reseanable level of quality”(Dollery & Wallis, 2001: 146)
Selanjutnya tiga komponen yang perlu diperkuat bagi masyarakat petani adalah : inovasi dan perubahan teknik pertanian; perbaikan kebijakan ekonomi pemerintah; dukungan kelembagaan sosial pertanian dalam pertanian skala kecil. Sedangkan untuk pembangunan pedesaan secara umum Todaro menawarkan (1) modernisasi struktur pertanian dengan mempertimbangkan peningkatan permintaan akan bahan pangan “rising food demand”; (2) menciptakan sistem yang efektif dan (3) melakukan perubahan lingkungan pedesaan ke arah dukungan pada peningkatan kualitas hidup (Todaro, 1990: 239). Sebelum masuk lebih jauh pada pemberian masukan pada pelaksanaan program SIMANTRI alangkah lebih baiknya analisis SWOT terhadap pelaksanaan kebijakan SIMANTRI di Bali, baik melalui kajian yang diperoleh melalui pengalaman riset maupun dari bahan literature yang ada.

Table 2 Analisis SWOT terhadap Kebijakan SIMANTRI di Bali
No
Analisis
Uraian-Uraian
Alternatif Rekomendasi
1
Strengths (kekuatan)
1.    Didukung oleh kebijakan provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten
2.    Didukung oleh lembaga swasta
3.    Pencetusan kebijakan berdasarkan isu yang berkembang
1.    Perkuat pelaksanaan dan pengawan
 2.    Diperkuat perjanjian kontrak
3.    Pembinaan dan bimbingan tehnik ditingkatkan
2
Weaknesses (kelemahan)
1.      Minat masyarakat masih rendah untuk melaksanakan variasi pertanian
2.      Pengetahuan masyarakat rendah dibidang teknologi
 3.      Kemampuan penggunaan dan penjualan hasil produksi rendah
4.      Partisipasi dalam pengambilan keputusan tinggi tapi realisasi pelaksanaan program rendah
 5.      Rendahnya swadaya masyarakat dalam melaksanakan program
1.    Sosialisasi dan program advokasi
 2.    Pelatihan dan pemagangan di daerah berhasil
3.    Tehnik penyimpanan & perluas pemasaran
4.    Pemantauan dan evaluasi kegiatan, program lebih didekatkan pada kebutuhan petani
5.    Peningkatan pemahaman dan penerapan sanksi




6.      Perubahan perilaku cenderung konsumtif dan manipulatif
7.      Pengunaan pestisida yang berlebihan
 8.      Terbatasnya sumberdaya air
 9.      Hanya sedikit pihak swasta yang terlibat
 10.  Kerjasama dan komunikasi antar petani (khususnya di luar kelompok) 
6.    Pengawasan kelompok, penegasan syarat program
7.    Peningkatan pemahaman penggunaan pupuk organic
8.    Penggunaan bak tadah hujan
9.    Peran pemerintah mendorong bapak angkat
10.    Perluasan kelompok simantri
3
Opportunities (peluang)
1.      Pencanangan pariwisata berbasis pertanian ( wisata agro);
2.      Permintaan bahan pangan organik meningkat.
3.      Tersedianya sarana teknologi dan informasi
4.      Luas peternakan masih belum tergarap
5.      Pemenuhan kebutuhan ternak bali (sapi) masih terbatas
Orientasi pada masyarakat petani pada pertanian pendukung pariwisata, penggunan pupuk non kimia, meningkatkan bahan informasi dan teknologi bagi petani, perluas pembentukan program
4
Threats (Tantangan)
1.      Menyempitnya lahan pertanian di Bali
2.      Persaingan penggunaan air
3.      Limbah sampah dan perusakan lingkungan dari sektor perumahan dan industry
4.      Menurunnya minat generasi muda di bidang pertanian

5.      Kepercayaan dunia terhadap komodite pertanian Bali terhadap kandungan kimia
6.      Fluktuasi hasil produksi pertanian
7.      Kemampuan daya saing produk lokal
1.    Penguatan Perda dan Awig-awig
2.    Pengaturan
3.    Diatur dengan perda dan pengawasan masyarakat
4.    Expectansi bidang pertanian ditingkatkan
5.    Diatur dengan perda/awig-awig dan sosialisasi
6.    Penanganan melalui kebijakan
7.    Bimbingan teknis pertanian dan penentuan kualitas produksi
Dari tabel tersebut penulis berusaha menggambarkan bahwa berbagai persoalan yang dihadapi petani, khususnya yang dihadapi oleh kelompok tani pelaksana program SIMANTRI. Secara umum berbagai persoalan yang dihadapi oleh petani seperti : jalan pertanian (berupa jalan setapak), pemeliharaan kandang, fasilitas bio-gas, bio-urine, mesin pengolahan pakan dari hasil FGD petani menekankan pada bantuan pemerintah saja. Dikatakan bersifat konsumtif dan manipulatif dalam SWOT diatas, dari beberapa kelompok tani pembelian sapi secara persyaratan adalah sapi dengan berat tertentu atau sepadan dengan harga Rp. 4,5 juta tahun 2010, dibelikan sapi bervariasi kisaran 3 s/d 4,5 juta sehingga sapi bervariasi, dan kebutuhan pakan berbeda, masa menghasilkan urine, kompos dan bio-gas tidak sesuai dengan rencana. Disisi lain penggunaan keuangan secara menyimpang, sehingga fasilitas koloni menjadi cepat rusak dan pemeliharaan serta perbaikan menunggu bantuan pemerintah, yang telah dipetakan melalui hasil road map  2010.

V.      Ksesimpulan
Kebijakan pemerintah untuk dapat mencapai hasil yang maksimal perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara terus menerus, sehingga dapat menjamin keberlanjutan program dalam jangka panjang. Pembinaan dan advokasi pada kelompok SIMANTRI harus dilakukan agar tumbuh kemandirian dan keberdayakan masyarakat, untuk dapat mengurangi ketergantungan petani pada pemerintah atau pihak ketiga.
Secara umum SIMANTRI belum mampu meningkatkan pendapatan petani seperti yang diharapkan, hal ini diakibatkan harga ternak sapi mengalami penurunan di pasaran, nilai tambah yang diharapkan dari penggunaan pupuk organik, bio-gas, bio urine belum dapat diterapkan, dan biaya penyelenggaraan SIMANTRI cukup tinggi dan kurang efektif.

Daftar Pustaka
Anonim, 2010. Bahan Diskusi Laporan Akhir Penyusunan Road Map Pengembangan Usaha Tani Terintegrasi. CV Brankas Mas, Denpasar.
Battistoni, Richard M & William E. Hudson, Edt., 1997. Experiencing Citizenship Concept and Models for Service-learning in Political Science. Stylus. Sterling.
Blackburn, William R, 2007. Sustainability Hand Book: The Complete Management Guide to Achieving Social, Economic and Environmental Responsibilty. Earthscan in the UK, Washington
BPTP Bali, 2011.   “Propinsi Bali Adopsi Program Prima Tani Jadi Simantri”. Dalam Edisi Khusus Penas XIII, 21 Juni 2011
Browning, Gary & Andrew Kilmister, 2006. Critical and Post Critical Political Economy. Palgrave Macmillan, New York
Burlamaqui, Leonardo et all., Eds, 2000. Instutions and the role of the state . Edward Elgar Publishing, Massachusetts
Caroll Warren: 1996. Menari Diatas Pijakan Rapuh (Refleksi Keterdesakan Bali Dari Ekspansi Industri Pariwisata). Http://taman65.wordpress.Com /2008/08/30/menari-diatas-pijakan-rapuh-refleksi-keterdesakan-bali-dari-ekspansi -industri-pariwisata/
Compton, Hugh, 2009. Policy Networks and Policy Change. Palgrave Macmillan, New York
Croley, Steven P., 2009. Theories Of Regulation: Incorporating The Administrative Process. Columbia Law Review Assocition
Den Hardt, JU & RD Denhardt, 2007. The Public Service Serving Not Steering.  ME Sharpe, New York
Dollery, Brian E & Joe L Wallis, 2001. The Political Economy of Local Government.  Edward Elgar Publishing, Massachusetts
Elcock, Howard, 2005.  Local government Policy and management in local authorities. Routledge, London
Evans, Peter B. et all., eds., 1989. Bringing the State Back in. Cambridge University Press. New York
Frederickson, H.George & Kevin B. Smith, 2003. The Public Administration Theory Primer. Oxford : WestView Press.
Garzon, Isabella2006. Reforming Agricultural Policy. Palgrave Macmillan, New York.
Goede, Marieke De, 2006. International Political Economy and PostStructural Politics. Palgrave, Macmillan
Guntoro, Suprio, 2011. Saatnya Menerapkan Pertanian Tekno-Ekologis: Sebuah Model Pertanian Masa Depan untuk Menyikapi Perubahan Iklim. PT AgroMedia Pustaka
Holcombe,  Randall G. &  Dmitry Ryvkin, 2010. Policy errors in executive and legislative decision-making  dalam Jurnal Public Choice (2010) 144: 37–51, Department of Economics, Florida State University, Tallahassee
Ibrahim, Amin, 2009.  Pokok-pokok Administrasi Publik dan Implementasinya. Bandung: Refika Aditama Com.
Kauripan, Jeffrey, 2010. “Pertanian Lemah Struktur Ekonomi Bali akan Hancur”. Bali Post, 11 Juni 2010
Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga.
Lerner, Richard M, 2002. Concept and Theories of Human Development Third Edition. Lawrence Erlbaum Associatites.
Minogue, Martin & Ledvina Carino, eds., 2006. Regulatory Governance In Developing Countries. Edward Elgar, UK Northamton
Norton, Alan, 1997. International Handbook of Local and Regional Governament. Edward Elgar. Cheltenham
Poldasbang Bali 2000-2005. Pola dasar Pembangunan Daerah Bali”.  Pemerintah Provinsi Bali
Pressman, Steven.  2004 “What is wrong with public choice”. In Journal of Post Keynesian Economics / Fall 2004, Vol. 27, No. 1 3, New Jersey
Rachbini, Didik J, 1996.  Ekonomi Politik Paradigma Teori dan Perspektif Baru. CIDES
Rachbini, Didik J., 2002. Ekonomi Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik. Ghalia Indonesia
Reksulak, Michael, 2010. Antitrust public choice(s). dalam Jurnal Public Choice (2010) 142: 385–406  School of Economic Development, Georgia Southern University, Statesboro
RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) Provinsi Bali Tahun 2005-2025
Shughart II , William F., & Fred S. McChesney, 2010. Public choice theory and antitrust policy. Dalam Public Choice (2010) 142: 385–406 Department of Economics, University of Mississippi, P.O. Box 1848, University, MS
Simamora dkk, 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. PT Agro Media, Depok.
Sumantra, I Putu,  2011. Simantri Jadi Pusat Pembibitan Sapi Bali. Berita Antara July 9 2011 http://bali.antaranews.com/berita/12113/simantri-jadi-pusat-pembibitan-sapi-bali
Suparta, Nyoman, 2011. Pembangunan Sektor Pertanian Terpinggirkan Padahal Penyerap Tenaga Kerja Terbesar”. Media Bisnis Bali, 15 Mei 2011.

Suryantha Putra, IGN. 2010. DPRD Panggil Badan Pengelola Kebersihan TPA Suwung. http://bali.antaranews.com/berita/4868/dprd-panggil-badan-pengelola-kebersihan-tpa-suwung

Suryono, Agus, 2006. Ekonomi Politik Pembangunan dalam Perspektif Teori Ilmu Sosial. UM Press, Malang
Todaro, Michael P.,1990. Economics for a Developing World: An Introduction to Principles, Problems and Policies for Development. Logman, London.
Zey, Mary. 1998. Rational Choice and Organizational Theory: A Critique.Sage Publications. California

2 komentar:

  1. Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
    SITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
    Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
    dengan kemungkinan menang sangat besar.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
    • AduQ
    • BandarQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • FaceBook : @TaipanQQinfo
    • WA :+62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    Come & Join Us!!

    BalasHapus
  2. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus