Oleh Gede Sandiasa, S.Sos, M.Si
I. Pendahuluan
Penerapan teori neo-liberal yang pada intinya adalah
memperioritaskan investasi dalam mendorong percepatan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi negara, tidaklah senantiasa membawa perubahan dan
peningkatan kesejahteraan secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Hal ini dapat dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Rahman Masudur di
Bangladesh, dimana dengan penerapan dimensi teori neo-liberalisme dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi negara bangladesh, menghasilkan situasi yang
sangat berbeda dari harapan pembangunan khususnya pasca kemerdekaan.
Pertumbuhan industrialisasi negara sangat pesat, namun sebagian besar
kepemilikan industri dan korporasi ditangan penguasa dan kelompoknya. Hasil dan
manfaat yang diperoleh melalui investasi dan industri sepenuhnya digunakan bukan
untuk kepentingan negara maupun rakyat, tetapi untuk keperluan kelompok dan
pihak penguasa. Tumbuhnya ekonomi secara signifikan juga terjadi peningkatan
jumlah utang yang ditanggung oleh negara, akibat salah urus dan anggaran
dipergunakan untuk memfasiltasi kepentingan kelompok penguasa. Sebuah kritik
yang disampaikan terhadap ekonomi neo-liberal tak lebih berfungsi untuk melegitimasi re-organisasi
sosial dan akumulasi modal oleh neo-liberalisme. Kritik
ini kemudian diidentifikasi sebagai
alibi untuk akumulasi modal marketisasi neoliberal.
Atas dasar ini, kepentingan budaya dan
pasar tinggi,
ketika neo-liberalisme
telah menjadi model ekonomi yang dominan
harus dipahami sebagai sesuatu yang
lain yang hanya sebagai efek dari
harga aset meningkat dan kredit murah
(Malik, 2008: 283).
Apakah pengalaman ini juga dialami Indonesia pasca
kemerdekaan dan di masa kekinian?. Di era Soeharto kaum pengusaha selalu dapat
mempengaruhi keputusan-keputusan publik, sehingga kebijaksanaan negara mengarah
pada kepentingan memfasilitasi para investor dan pengusaha nasional. “Kekuasaan
otoriter Soeharto secara politis berlangsung lama, selama masa jabatannya,
kekuasaan negara secara perlahan berkembang menjadi instrumen dari suatu
kekuasaan oligarki kapitalisme baru. Oligarki ini menggabungkan serangkaian
bisnis, kepentingan-kepentingan politik dan birokratik, dan berpusat pada
jabatan presiden itu sendiri” (Hadiz, 2000:169). Sepadan dengan pendapat Bram Büscher sebagai berikut “the
politics of the intervention as well as the broader political-economic sistem
in which it was implemented and to critically interpret and analyse the
scientific evidence underpinning the stimulation and marketing”
(Buscher, 2012: 30). Apakah
saat ini negara Indonesia telah bebas dari hutang, ini menyisakan pertanyaan
bahwa neoliberal bukan membebaskan negara untuk dapat berdiri pada kaki
sendiri, tapi bagi Indonesia meningkatkan angka ketergantungan negara kepada
badan Supra-internasional macam Bank dunia, IMF, CGI dan lain-lain.
Pendapat ini didukung oleh Hatta Taliwang, Salamudin Daeng, dan Rizal Ramli, bahwa begitu
juga pada masa – masa setelah kemerdekaan Indonesia Amerika Serikat telah
merencanakan bahkan mencoba mensponsori kudeta A.1. di Indonesia pada tahun
1965 dengan mendapat dukungan dari lembaga pemodal yang di milikinya seperti
IMF, IDB, WB, yang selama ini telah menimbulkan devaluasi kejam diantara
asset-asset di Asia Timur Tenggara termasuk kawasan Indonesia pada tahun 1997.
Akibat dari devaluasi yang di sebabkan oleh kebijakan AS untuk melakukan
pemberontakan di setiap Negara berkembang di kawasan Asia Timur Tenggara
khususnya Indonesia mengalami pengangguran yang sangat luar biasa dan
melumpuhkan sistem pembangunan yang telah di bangun selama ini. Selain itu juga
AS telah menimbulkan kekacauan di seluruh sektor kehidupan yang menyebabkan
lahirnya pemahaman yang bersifat provokatif dan kejam terhadap nilai-nilai
kemanusian, kataskan saja terorisme yang memang semuanya di setting oleh
Amerika Serikat melalui sistem demokrasi yang prematur. Terlebih kejam lagi
Amerika Serikat telah menihilkan kemajuan dari setiap pembangunan yang selama
ini di bangun di Indonesia (Taliwang dkk, 2010).
II. Deskripsi Penelitian Rahman
Masudur, di
Bangladesh
Selama sejarah pendek dari 36 tahun, Bangladesh telah
mengalami dua hal
intervensi negara (1972-1975) dan ekonomi pasar liberal (1975), namun dengan
keberhasilan yang terbatas. Makalah ini menyajikan analisis dalam berbagai mekanisme sosial yang berfungsi baik lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pasar dielakkan oleh jaringan
elit dari berbagai jenis, politik, birokrasi dan bisnis. Lembaga-lembaga negara dan berbagai institusi pasar tampaknya tertanam dalam jaringan elit tersebut. Berbagai elit sub-kelompok memiliki kemampuan
mempekerjakan negara meningkatkan kepentingan institusi mereka yang khusus. Dengan kepemilikan dan kontrol atas sumber daya ekonomi
yang luas memberi pengaruh
yang tidak sesuai pada seluruh fungsi, termasuk kelembagaan masyarakat, mereka juga memiliki kepentingan berbeda, serta dibagi dalam
klik-klik yang berbeda. Klik-klik
yang berbeda menghalangi para kompetitor dari akses ke sumber daya dan kekuasaan. Mengadopsi langkah-langkah yang lebih jauh merusak aturan
hukum, nilai-nilai demokrasi dan tujuan-tujuan pembangunan.
2.1. Kecenderungan Pembangunan di Bangladesh
Minimnya pembangunan
infrastruktur dan upaya-upaya pencapaian tujuan pembangunan di Bangladesh masa
setelah kemerdekaan sangat sulit dalam kurun waktu 35 tahun, telah mengalami
dua pendekatan pembangunan, yaitu melaui intervensi Negara (1972-1975) dan
ekonomi pasar (1975),
dengan tingkat keberhasilan yang rendah. Dengan mengacu pada pertumbuhan
ekonomi, Negara mengalami deficit anggaran, perusahaan Negara dan swasta
memiliki utang yang besar, terjadi peningkatan kemiskinan dan ketimpangan dalam
memperoleh akses sumberdaya, dimana sebagian besar akses dikuasai oleh kelompok
elit, ik elit politik, bisnis, dan birokrasi.
Para elit mendominasi dan
mengendalikan sumberdaya, mempengaruhi dan mengendalikan Negara. Hutang atau
pinjaman menjadi sumber utama dalam pengelolaan Negara dan bisnis,
kecenderungan para elit untuk tidak membayar utang, namun disisi lain mereka
cenderung untuk memperoleh tambahan utang. Penggelapan pajak adalah sisi lain
dari kecenderungan para elit di Bangladesh, secara singkat terjadi akumulasi
sumberdaya ditangan elit, elit melakukan control terhadap Negara dan pasar,
sedangkan peran kelembagaan masyarakat dan hubungan masyarakat dengan Negara
mengalami kemunduran dan prustasi.
2.2.
Teori tentang hubungan
negara, pasar dan
masyarakat sipil
Pendekatan
pembangunan konvensional melalui pertumbuhan ekonomi dengan industrialisasi
mengalami kendala dalam hal investasi. Melalui pendekatan Rostow memperkenalkan
kewirahuasaan pada kalangan elit di Bangladesh. Peran Negara dan pasar adalah
sebuah fitur pradigma modern, dimana kalangan elit harus menahan diri dalam
pengeluaran serta dapat berinvestasi
sebagai pengusaha dalam mendorong pembangunan. Sedangkan menurut pendekatan
sosiologis, antropolog dan sejarah bahwa pembangunan adalah perubahan social
secara kualitatif, pendekatan
kelembagaan, yang menekankan peran negara dalam pembangunan. pendekatan institusional, yang juga menawarkan pandangan
yang berbeda mengenai peran institusi dalam pembangunan.
Pertama, pandangan yang menganggap
pembangunan sebagai perubahan kelembagaan memajukan pertumbuhan ekonomi.
faktor-faktor kelembagaan pada pembangunan pasar.
Memahami kemunculan dan fungsi pasar adalah masalah penting; 'non-pasar
perangkat sosial mungkin lebih efisien daripada kepercayaan pada kekuatan
pasar.
Kedua, seperti institusionalis, teori statis (atau
'revisionis') menyarankan ketergantungan berkelanjutan pada negara . Namun,
revisionis memahami lebih
jauh dari hal para institutionalis. Organisasi birokrasi khusus, manajemen efektif perencanaan pembangunan dan pelaksanaan kebijakan melalui negara yang koheren dan otonom sebagai hal penting untuk pembangunan.
Ketiga, beberapa teori mengalihkan perhatian dari negara dan pasar untuk
masyarakat sipil serta jaringan interpersonal. keberhasilan kelembagaan makro tergantung pada dasar kelembagaan mikro.
Hubungan negara untuk masyarakat sipil dan stok modal sosial menghasilkan
'sinergi' yang sangat penting bagi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan.
Sinergi menyiratkan bahwa "keterlibatan sipil memperkuat lembaga-lembaga
negara dan lembaga negara yang efektif menciptakan suatu lingkungan di mana
keterlibatan masyarakat lebih mungkin untuk berkembang.
Pandangan keempat mengakui hubungan 'zero-sum', yang
muncul karena koneksi negara
untuk jaringan informal yang mengarah pada berkurangnya modal sosial dan
membuat masyarakat semakin terpuruk. Pengalaman dan strategi pembangunan baru dikembangkan dan
masyarakat berkembang menunjukkan keanekaragaman mengenai jalan perkembangan
dan strategi, yang menimbulkan keraguan tentang peran negara serta pasar "keterlibatan negara menciptakan elit negara istimewa.
Pasar juga menunjukkan kapasitas kecil untuk meningkatkan tujuan
pembangunan.
2.2.1.
Jaringan menghindari pasar
Pendekatan neoliberal mengasumsikan bahwa pasar
adalah satu-satunya lembaga, yang
mempengaruhi 'pengusaha atau perusahaan serta hubungan pasar otonom, tidak berlandaskan
pada hubungan luas masyarakat.
Menekankan pada peran pasar yang relatif tak terbatas dalam akumulasi modal dan
dalam membentuk orientasi pada keuntungan kegiatan kewirausahaan, itu
menganjurkan permainan bebas kekuatan pasar dalam menanggulangi masalah
kekurangan modal. Sedangkan Negara mungkin memiliki peran 'otonom sebagai
jaga malam'. Dalam
hal ini peran Negara
"sebagai agen pembangunan adalah hanya untuk
memberikan kerangka yang tepat pada kekuatan pasar untuk dapat berkembang".
Namun secara kenyataan, dalam masyarakat berkembang, pasar tidak lepas dari hubungan pribadi. Pada
kenyataannya bahwa pasar
tidak benar-benar bebas dari ikatan
pribadi masyarakat berbeda dengan pasar modern barat. Fenomena yang dominan dalam masyarakat berkembang adalah bahwa jaringan elit tidak memungkinkan untuk berfungsinya norma pasar lmpersonil. Negara juga tidak dapat
menyediakan kerangka kerja yang tepat untuk kekuatan pasar dapat berkembang. Bukti lebih lanjut, pada jaringan elit menghalangi kerja
kekuatan pasar dan peraturan negara yang efektif.
Selanjutnya kinerja industri swasta,
prosedur untuk menyalurkan pinjaman dan kredit dan tingkat pengembalian
menandakan bahwa fungsi pasar adalah jauh dari tujuan yang diinginkan.
Padahal disisi lain ide pokok dari
privatisasi adalah untuk meningkatkan kinerja industri dan merangsang
kewirausahaan swasta dengan meningkatkan peran kekuatan pasar. Keberhasilan pengusaha mengarah bukan pada keahliannya, tetapi pada kemampuannya untuk menggunakan koneksi.
Lisensi, kontrak, tender, posisi, perawatan, tidak adanya pelecehan,
perlindungan dll, tergantung pada kepentingan garis partai politik di Bangladesh.
Kesimpulannya pendekatan neo-liberal, ekonomi pembangunan utama,
setidaknya memiliki dua masalah utama. Pertama, teori dalam tradisi ini
menemukan bahwa prinsip pasar dasar yang sama ada dalam semua masyarakat;
pra-industri-industri, atau pasar dan non-pasar. Mereka mengabaikan berbagai
bentuk pengaturan sosial, yang sangat penting untuk fungsi pasar, khususnya dalam masyarakat berkembang, transaksi ekonomi dilakukan
melalui jaringan yang sudah ada ikatan sosial. Kedua, asumsi pembangunan adalah
proses unilinear universal pendekatan neoliberal pemandangan pembangunan yang
mungkin, proses kelembagaan dan hasil dari sejarah sebagai
diklaim oleh Polanyi. Menurut Polanyi, pembangunan adalah hasil diferensial dari interaksi manusia
dengan lingkungan sosial mereka mengarah ke perubahan pengaturan sosial.
2.2.2.
Jaringan menghindari Negara
Para institusionalis yang fokus pada keadaan aktif dalam 'kegagalan pasar' menghubungkan dan berpendapat bahwa di negara-negara yang mencoba
untuk 'mengejar' industry negara-negara barat, itu adalah struktur dan berfungsinya negara, yang menjelaskan baik keberhasilan dan kegagalan
dari upaya ini. Pembangunan,
melalui
industrialisasi tidak pernah berlangsung secara independen
dari konteks kelembagaan dan sejarah yang konkret. Jalur industri tertentu yang tertanam
dalam konteks sosial budaya dan sosial politik lokal. Bagaimana mekanisme pasar beroperasi, bagaimana proses tertentu dari perkembangan industri yang tertanam dalam
karakter tertentu dari negara, bagaimana organisasi internal yang berlaku
(perusahaan bisnis, bank, dll) mempengaruhi pola pembangunan lndustrial karena
memiliki dampak pada pilihan dan pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu, resep
kebijakan mereka adalah untuk memobilisasi lembaga-lembaga sosial yang beragam
termasuk masyarakat, pasar dan negara dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
pembangunan. Pemerintah harus memainkan peran utama dalam menyelaraskan strategi
yang berbeda dan dalam mengelola proses pembangunan dengan cara yang merangsang
partisipasi komunitas dan
kekuatan pasar.
Teori Pembangunan
dalam ekonomi kelembagaan baru mengklaim bahwa pasar hanyalah salah satu aspek
dari masyarakat dan memiliki pengaruh yang terbatas terhadap perekonomian.
Khususnya di negara berkembang, di mana pasar tidak sempurna, lembaga sosial
lain yang lebih penting dalam pengorganisasian ekonomi dan memiliki efek yang
kuat pada pembentukan dan fungsi pasar. Pada pembangunan, mereka menyarankan
pembangunan yang harus didefinisikan ulang sebagai pertumbuhan ekonomi ditambah
perubahan kelembagaan yang sesuai, yang memfasilitasi pertumbuhan lebih lanjut. Persepsi sosiologis saya mengklaim, lembaga harus dianggap
sebagai proses sejarah, sebagai hasil kreasi sosial bertahap, sebagai cara-cara
dalam melakukan hal-hal, yang oleh proses
penguatan'' 'dan' pengokohan 'menjadi pola-pola tindakan. Satu
varietas institusionalisme didasarkan pada gagasan Polanyi tentang 'embeddedness'
(penguatan). Polanyi menyatakan
bahwa produksi, distribusi dan konsumsi barang, perdagangan dan pasar yang
tertanam di lembaga-lembaga sosial, keagamaan dan politik yang lebih luas di masyarakat
pra-industri.
Menurut
Polanyi, kegiatan ekonomi adalah hasil dari interaksi manusia dengan lingkungan sosial di
mana mata pencaharian mereka tergantung. Pembangunan modern (pasar) masyarakat
adalah bentuk perubahan dari
interaksi tersebut ditandai dengan terjadinya pertukaran. Pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai fondasi kekuatan
negara. Dominasi pasar adalah produk-melalui strategi pembangunan
negara. Posisi dominan pasar hanya mungkin
melalui komodifikasi tanah, tenaga kerja dan uang. Upaya untuk melindungi masyarakat dari dampak yang
menghancurkan dari intervensi pasar, negara harus terlibat, misalnya melalui redistribusi kesejahteraan di
negara-negara berkembang.
Namun dari studi
menunjukkan bahwa intervensi negara sering melayani kepentingan kelompok kepentingan partikularistik dengan memungkinkan mereka memperoleh
akses istimewa ke sumber daya material dan dengan
demikian mencapai
kelebihan pengusaan elite
negara dalam masyarakat berkembang. Tidak seperti proses yang dijelaskan oleh
Polanyi, kekuasaan negara telah digunakan untuk mempromosikan bentuk akumulasi kapital
non-pasar. Ada bukti yang jelas tentang bagaimana
lntervensi negara mengarah pada kegiatan untuk 'rent-seeking' dan tidak produktif akibat pendapatan produktif
kegiatan ekonomi dari monopoli yang dibuat oleh peraturan negara. Pemerintah
tidak seorang aktor independen melainkan digunakan sebagai kendaraan untuk
mengamankan kepentingan kelas istimewa. Partai berkuasa menggunakan industri negara untuk mendorong kelompok-kelompok
kepentingan dengan memasok barang sektor publik dan jasa untuk anggota partai. Dua faktor utama yang berkontribusi terhadap kapasitas
terbatas negara. Pertama,
industri
besar milik negara yang memproduksi
barang konsumsi massa. Kedua, badan usaha milik negara disubsidi oleh negara. Pinjaman dan kredit
kepada perusahaan telah dialihkan untuk konsumsi pribadi manajemen dalam aliansi dengan para
pemimpin politik
2.2.3.
Masyarakat sipil: Jaringan dan bentuk-bentuk modal sosial
Para institusionalis
baru mengalihkan perhatian mereka dari negara maupun dari pasar pada masyarakat sipil. Mereka tertuju pada gagasan norma timbal balik dalam masyarakat sipil dengan
pelaksanaan strategi pembangunan. Pendekatan ini dikembangkan sebagai alternatif baik ke
neo-liberal maupun
pendekatan kelembagaan. Ide dasarnya adalah bahwa norma-norma informal dan adat
istiadat, konvensi dan standar struktur praktek menggunakan hubungan antara individu, kelompok dan institusi. Pendekatan
ini berpendapat bahwa kepercayaan dan
norma timbal balik dalam masyarakat sipil adalah isu-isu penting, baik untuk
pembangunan dan untuk analisis peran negara dan pasar. Di berbagai studi ini kemudian dikenal sebagai teori 'modal sosial'. Norma
timbal balik dalam hubungan jaringan dan jaringan interaksi berulang-ulang bahwa mempertahankan kepercayaan ini disebut modal
sosial. Norma-norma beroperasi interpersonal, dalam kelompok atau komunitas mematuhi logika yang berbeda dari negara atau pasar.
Teori modal sosial
percaya 'efek sinergi' dari hubungan negara dengan masyarakat sipil. Sinergi berarti membuat orang secara kolektif
produktif. ini
memerlukan tindakan persekutuan sipil atau komunitas yang memfasilitasi penempaan norma
kepercayaan dengan menggunakan norma-norma dan jaringan untuk pembangunan dan
fungsi negara serta pasar. Sinergi
tergantung pada keterhubungan yaitu hubungan negara dengan masyarakat sipil
yang menyediakan suatu lingkungan di mana keterlibatan masyarakat lebih mungkin
untuk berkembang. Sebaliknya, keterhubungan dapat mempertahankan kronisme
(karena hak istimewa yang terhubung ke jaringan keanggotaan elit) tanpa
memberikan sinergi.
Sebagai inti dari modal sosial adalah masyarakat sipil sebagai arena di mana organisasi ekonomi terbentuk, namun, dalam
bentuk bervariasi, sehingga ada efek bervariasi dari keterlibatan masyarakat
dan modal sosial. Keterlibatan masyarakat dapat mengganggu kekuatan kelompok
kepentingan partikularistik dan memungkinkan terjadi perubahan. Modal sosial dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan.
Teori modal sosial yang
mengenali berbagai bentuk modal sosial. Putnam membedakan dua bentuk jaringan:
horizontal dan vertikal. Jaringan horisontal membawa individu bersama status setara dan individu link vertikal jaringan yang
statusnya berbeda dalam hubungan asimetris hirarki dan ketergantungan. Menurut Putnam, keterlibatan masyarakat membutuhkan interaksi
horisontal, yang memiliki efek paling bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Jenis masyarakat sipil yang kuat
juga kemungkinan akan diterjemahkan ke dalam negara yang kuat dan akuntabel.
Jaringan vertikal memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah kolektif pada
tingkat lebih rendah; individu tergantung pada satu sama lain, melalui
hierarki, hal tidak
merata.
Coleman mengakui
kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif,
hubungan otoritas, organisasi sosial sepadan sebagai modal sosial. Coleman juga
menemukan kesamaan dalam nilai-nilai, yang dapat digunakan sebagai sumber daya
untuk mewujudkan kepentingan semua. Sedangkan Ostrom dan Ahn mengidentifikasi tiga bentuk luas dari
modal sosial: (1) kepercayaan dan norma timbal balik, (2)
jaringan, dan (3) formal dan informal aturan. Kepercayaan adalah konsep
inti yang dipengaruhi oleh jaringan dan aturan formal dan informal, serta oleh
faktor-faktor kontekstual.
III. Preskriptif dan Analisis Hasil Penelitian
Seperti
dijelaskan pada hasil penelitian Rahman
Masudur
di Bangladesh di atas, menimbulkan keraguan tentang peran Negara dan pasar
dalam proses pembangunan, dimana Negara dapat menciptakan elit istimewa baru
yang dapat mengendalikan pasar dan Negara, yang tidak menjamin pencapaian
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Akses terhadap sumberdaya dikuasai
olehe segelintir orang, hubungan masyarakat sipil dengan Negara semakin jauh
dan terjadi prustasi, dan disisi lain pasar tidak dapat diharapkan untuk
mencapai tujuan pembangunan. Padahal secara teoritis melalui pasar diharapkan
dapat mendorong investasi secara bebas dari pelaku-pelaku ekonomi, untuk
menghasilkan pertumbuhan ekonomi, guna mendorong percepatan proses pembangunan,
dengan demikian Negara akan memperoleh dukungan dari pasar dalam memfasilitasi
kebutuhan masyarakat dan menyelenggarakan pelayanan publik secara menyeluruh
pada masyarakat.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, di
Bangladesh, strategi pembangunan berbasis pasar gagal untuk mengubah sumberdaya
yang terkumpul di tangan para elit menjadi modal produktif dan
untuk mempromosikan semangat kewirausahaan. Dalam
praktik di Bangladesh, tidak terjadi pasar sempurna, seperti yang terjadi
didunia barat, ikatan emosi dan hubungan politik sangat kental mempengaruhi
pasar. Dengan demikian pasar tidak bisa diharapkan berjalan sendiri,
menciptakan kesejahteraan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perlu diingat Pasar
atau persaingan sempurna akan terjadi bila: “(1) peserta pasar merupakan unit
terkecil yang besar jumlahnya sehingga tidak ada peserta yang dapat
mempengaruhi pembentukan harga di pasar; (2) peserta pasar bertindak secara
rasional dalam arti semua peserta berusaha mencari keuntungan; (3) peserta
pasar memiliki pengetahuan sempurna mengenai keadaan pasar; (4) barang dan jasa
termasuk faktor produksi dapat dibagi menjadi unit yang sekecil-kecilnya; dan
(5) barang dan jasa termasuk faktor produksi dapat bergerak kemana saja tanpa
batasan atau hambatan (Joedono dalam Djojohadikusumo, 1987: 273).
Hal
yang berbeda terjadi di Bangladesh, pasar dikuasai dan dimonopoli oleh
segelintir elit (elit birokrasi, politik dan bisnis), mereka menguasai
informasi tentang pasar, mengendalikan pasar sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan mereka. Dan keadaan ini berpengaruh pada proses kenegaraan dan
pembangunan secara keseluruhan yang berupaya mengarah dan mencapai kepentingan
elit, tetapi seolah-olah untuk Negara dan masyarakat, akhirnya kerugian dan
utang yang dimiliki oleh perusahaan Negara maupun swasta ditanggung oleh Negara
maupun masyarakat.
Bagaimana
pengalaman di Indonesia Pasca Kemerdekaan?. Para pahlawan proses pembangunan
Indonesia seringkali digambarkan sebagai para teknokrat ekonomi, yang dididik
tradisi neo-klasik yang berusaha memberlakukan keputusan-keputusan kebijakan
rasional dihadapan gaya politik yang jelas-jelas patrimonial yang merintangi
rasionalitas ekonomi. Dan Rex Mortimer dalam buku yang sama menyebutkan
pandangan tentang Negara Indonesia sebagai pihak yang pada dasarnya menjalankan
peran komperador (Hadiz, 2000: 175). Disisi lain hasil penelitian di Cina
tentang peran wanita comfusius terkait dengan praktik neoliberal
menyebutkan posisi yang
sesuai dengan kaidah-kaidah ekonomi neoliberal di mana pelayanan sosial dikembalikan kepada keluarga, tenaga kerja menjadi mendevaluasi dalam paham
pasar
bebas, dan wanita mengisi kekurangan baik dalam tenaga kerja serta wilayah domestik. (Marchetti, 2009: 137). Komperador di sini
dipahami sebagai upaya pembelaan terhadap kepentingan asing, dengan dalih untuk
pertumbuhan ekonomi, yang sebenarnya hanya mengacu pada kepentingan pribadi dan
kelompok berkuasa. Padahal dalam praktik di Cina tentang neoliberalisme,
keberhasilannya adalah bahwa neo-liberal harus disesuaikan dengan kepentingan
dan kebutuhann pemenuhan domistik baik dari sisi tenaga kerja, maupun penerapan
ekonomi neoliberal tidak bertentangan dengan kultur yang ada.
Demikian
juga hasil penelitian di Korea menunjukkan bahwa Neoliberalisme, berdasarkan ideologi pasar bebas, mengelola fokus
studi melalui persetujuan sukarela dari kedua belah pihak. Ideologi nasionalis, yang telah disertai pembukaan neoliberal batas-batas bangsa ekonomi dan budaya, adalah salah satu mekanisme tersebut untuk internalisasi kekuasaan neoliberal (Yoon, 2009: 207).
IV. Tinjauan atas
Realitas Empiris di Indonesia Pasca Kemerdekaan dan Kondisi Kekinian
Menurut
Joedono (dalam Djojohadikusumo, 1987: 271) menyebutkan bahwa:
“demokrasi ekonomi adalah bahwa
potensi, inisiatif dan daya kreasi warga Negara dikembangkan sepenuhnya dalam
batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum, dan bahwa di dalam sistem
ekonomi yang hendak dikembangkan di Indoensia perlu dihindari ciri-ciri
negative tertentu, yaitu: (1) sistem free
fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa
lain yang dalam sejarah Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan
kelemahan struktural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia, (2) sistem etatisme dalam mana Negara serta
aparatur ekonomi Negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi
dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor Negara, dan (3) pemusatan ekonomi pada satu kelompok dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat”.
Realitas
pembangunan ekonomi Negara dan bangsa Indonesia apakah sudah sesuai dengan apa
yang dipersyaratkan Joedono di atas. Disisi lain inti dari wacana market neoliberal adalah gagasan bahwa setiap orang memiliki akses yang
sama ke pasar, bahwa barang
didistribusikan secara bebas atas dasar kemauan untuk membayar, dan bahwa tidak
ada pembeli dan penjual memiliki hak istimewa atau menempatkan pada posisi yang
kurang menguntungkan pada sosial
dan dasar
budaya (Malik,
2008: 288). Yang berarti bahwa konsep pasar neoliberal akan lebih cepat memberi kesempatan pada setiap warga Negara
memperoleh akses akses eknomi maupun secara politik, sehingga dapat mempercepat
pencapaian kesejahteraan dalam konsep kesetaraan.
Akan
tetapi konsep pengembangan ekonomi dan pembangunan
dalam aras neo-liberal tetap menjadi momok dan ketakutan yang dialami beberapa
pihak serta pakar ekonomi dan pembangunan di Negara ini, hal ini dapat dilihat
dari dampak dan hasil pembangunan yang merupakan refleksi dari produk kebijakan
publik pasca kemerdekaan dari orde baru sampai saat ini. Kelompok kecil
(disebut “oligarki” dalam ilmu politik) yang punya kekuatan yang jauh lebih
besar dibandingkan orang biasa. Menurut Saurif Kadi, bahwa para oligarki
memiliki uang, sebagian mereka mengontrol pemerintah, dan sebagian lagi mereka
memiliki senjata. Meskipun oligarki ini mempunyai banyak kelompok dan mereka
sering bersaing satu sama lain, mereka juga paham bahwa mereka berkuasa dan
kebanyakan bekerjasama dalam rangka mengatur Negara (Kadi, 2008). Sepadan
dengan pendapat tersebut, Hadiz menyebutkan lembaga-lembaga seperti parlemen
Negara (Golkar), militer, dan birokrasi sipil secara instrumental dimanfaatkan
untuk melindungi dan memantafkan kekuasaan oligarki. Dengan demikian mereka
yang telah menikmati hak-hak istimewa perlindungan Negara, menjadi ahi waris
utama dari suatu proses privatisasi selektif yang memindahkan monopoli-monopoli
Negara ke tangan-tangan swasta besar serta menyediakan lahan subur bagi
perluasan kekuasaan korporasi. Para pemegang kekuasaan Negara mulai membangun
kepentingan-kepentingan mereka sendiri, yang semakin dihubungkan dengan
konsolidasi suatu tatanan sosial kapitalis, khususnya setelah nasionalisasi
berbagai perusahaan besar milik asing yang memudahkan munculnya lapisan baru
para pengelola dan pengusaha Negara yang kuat (Hadiz, 2000).
Sedangkan
hal yang perlu diwaspadai tentang perkembangan dan pengaruh kapitalisme dunia,
yang banyak menimbulkan kerusakan bagi Negara-negara yang memiliki idiologi dan
kultur berbeda bahkan bertentangan dengan paham kapitalisme maupun liberalisme.
Temuan Jyotsna Kapur & Sunny Yoon menunjukkan bahwa, integrasi global ini didorong oleh kembalinya seluruh dunia pada prinsip-prinsip kapitalisme
klasik, yaitu perdagangan bebas, pasar bebas, privatisasi dan erosi infrastruktur publik dan undang-undang tenaga kerja
serta deregulasi yang dikelola negara pada
sektor publik.
Dunia berada di tengah-tengah integrasi buatan radikal,
yang dimungkinkan
oleh teknologi komunikasi
baru di mana
logika dan
konsekuensi dari kapitalisme telah datang bahkan lebih tajam. Ini termasuk tingkat yang lebih besar dari finansialisasi dan risikonya, seperti dalam krisis ekonomi saat ini, tumbuh ketimpangan di dalam dan lintas negara,
serta krisis lingkungan. Perubahan-perubahan politik dan ekonomi memiliki konsekuensi manusia yang nyata. (Kapur
dan Yoon, 2009: 91).
Pentingnya
faktor kultur dipertimbangkan dalam penerapan sebuah ideologi pembangunan, agar
terjadi koherensi antara konsep dengan dunia nyata yang berkembang di
masyarakat, di mana pembangunan itu dilakukan. Dengan
mengutif hasil penelitian Masudur Rahman di atas bahwa “tindakan persekutuan sipil atau komunitas yang memfasilitasi penempaan norma
kepercayaan dengan menggunakan norma-norma dan jaringan untuk pembangunan dan
fungsi negara serta pasar”,
model pendekatan dipahami sebagai modal sosial. Partisipasi yang muncul dari
interaksi antar masyarakat sipil, yang dipadukan dan dipersatukan oleh norma
dan kultur yang ada, membentuk sinergi yang kuat dalam pembangunan ekonomi
masyarakat, dapat membendung monopoli atau sistem oligopoli yang dilakukan oleh
segelintir elit yang ada.
Hasil
penelitian berkenaan dengan modal sosial di Jepang menemukan bahwa proses dan hasil pembangunan modal sosial melalui studi kasus penyelesaian Akimoto
di Kota Takachiho. Para penduduk telah mencari revitalisasi melalui pertukaran dengan pihak luar. Hasil utama adalah: (1) pertukaran
memperkuat warga masyarakat, (2) fitur utama memperkuat
modal sosial, norma yaitu, kepercayaan, dan jaringan, (3) pertukaran manajemen berfungsi baik
dalam hal pertemuan manusia,
saling pengertian, dan memelihara
pertukaran; dan (4) kepemimpinan bijaksana, keberadaan profesional dan spesialis, ditemukan memberi
kontribusi menurut
Mark
Anthony Neal menyebutkan bahwa modal budaya dan sosial didefinisikan sebagai
"pengetahuan tentang bagaimana untuk berfungsi dalam pengaturan sosial
tertentu untuk memobilisasi, menghasilkan tanggapan dan mempengaruhi" dan
derajat untuk mana seorang individu tertanam dalam jaringan sosial yang dapat
membawa manfaat dan manfaat yang meningkatkan hidupnya, sehingga dia lebih
mudah mengalir di ruang yang berbeda
(Neal, 2010: 402).
Akhirnya dalam Negara berkembang
seperti Bangladesh dan Indonesia, kesadaran untuk memulai proses transformasi
untuk merubah aset-aset menjadi modal produktif yang bisa menggerakkan ekonomi
nasional berbasis kerakyatan, dengan berpedoman pada kultur budaya bangsa
sangat penting dilakukan. Aset dijadikan modal produktif seperti pakar ekonomi
Adam Smith pernah sampaikan dapat menggerakkan sistem pasar dengan tujuan akhir
menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sistem pasar sebagai kapitalisme,
kelembagaan Negara dan para elit harus memahami pasar sebagai kekuatan yang
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian Negara tidak bisa
melepaskan begitu saja pasar berjalan dengan sendirinya, kerangka kerja,
fasilitasi yang tidak mampu disediakan pasar maka negaralah harus memikirkan
dan mengerjakannya.
V. Penutup
Peran pasar dan Negara harus ditempatkan
dalam posisi yang berimbang. Pasar berkewajiban untuk mendorong akses ekonomi
produktif, dimana akan terjadi persaingan sempurna dalam penyelenggaraan
ekonomi, apabila tidak terjadi distorsi informasi antara pelaku pasar. Dengan
demikian ekonomi produksi akan terdorong guna menciptakan persaingan ekonomi
yang sehat, pemerataan akses ekonomi yang pada akhirnya menciptakan
kesejahteraan Negara dan bangsa. Negara berkewajiban menyediakan fasiltas yang
tidak mampu disediakan oleh sector swasta, seperti infrastruktur, pendidikan,
regulasi dan fitur-fitur lain yang dapat
memperlancar kegiatan ekonomi Negara.
Modal sosial sebagai bentuk sinergi dari
interaksi antara masyarakat sipil di Negara berkembang, dengan melakoni norma
dan kultur yang ada, bersinergi dengan kemajuan teknologi dan informasi menjadi
sebuah kekuatan tersendiri, yang dapat mengkanter pengaruh buruk dari
kapitalisme dan paham neoliberalisme, bahkan dapat menciptakan sistem ekonomi
dan peradaban yang berbeda, yang mungkin saat ini lebih tangguh, seperti apa
yang dialami oleh Cina dan Korea.
Daftar
Pustaka
Djojohadikusumo, Sumitro, 1987. Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan. PT Gramedia, Jakarta.
Hadiz, Vedi
R, 2005. Dinamika Kekuasaan Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Soeharto. LP3ES,
Jakarta
Kadi, Saurif & Liem Siok Lan, 2008. Mengutamakan Rakyat.Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta
Kapur, Jyotsna &
Sunny Yoon, 2009. “Gender, Neoliberalism and Contemporary Asian Cinemas”. In Visual Anthropology, 22: 91–94, 2009.
RoutledgeTaylor & Francis group
Malik, Suhail, 2008. “Critique as alibi: moral differentiation in
the art market”. In Journal of Visual Arts
Practice Volume 7 Number 3 © 2008
Marchetti, Gina, 2009. “Gender Politics and Neoliberalism in
China: Ann Hui’s The Postmodern Life of My Aunt”. in Visual Anthropology, 22: 123–140, 2009. RoutledgeTaylor &
Francis group
Taliwang, Hatta, dkk. 2010. Mengungkap Data Dan Fakta Gerakan Neoliberalisme Di
Indonesia. http://www.imm.or.id/index. php/kolom/ fokus-/85-revolusi-shaffan
Yoon, Sunny, 2009.
“The Neoliberal World Order and Patriarchal Power: A Discursive Study of Korean
Cinema and International Co-production”. In Visual Anthropology, 22: 200–210,
2009. RoutledgeTaylor & Francis group.
Yoshitake, Tetsunobu and Chikashi Deguchi, 2008. Social capital development in a rural
community based on exchange management with outsiders. TPR, 79 (4) 2008
Büscher, Bram, 2012. “Payments for Ecosistem Services as
Neoliberal Conservation: (Reinterpreting) Evidence from the Maloti-Drakensberg,
South Africa”. In Conservation and Society 10(1):
29-41, 2012
Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
BalasHapusSITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
dengan kemungkinan menang sangat besar.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
• AduQ
• BandarQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• FaceBook : @TaipanQQinfo
• WA :+62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
Come & Join Us!!
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny