Minggu, 10 Juli 2016

Alternatif Administrasi: Borientasi pada Kebutuhan Manusia dan Berkelanjutan



Bureaucracy And The Alternatives In World Perspective
Edited By
Keith M. Henderson and O.P.Dwivedi

Diterjemahkan Oleh:  Gede Sandiasa

Mencari Alternatif-Alternatif
 Dalam bab ini membahas dua model tipe ideal dalam pembangunan meliputi nilai universal pembangunan “human needs-centered” (orientasi pada kebutuhan manusia) dan pembangunan berkelanjutan “sustainable development”. Pada kenyataannya model pembangunan seperti demokrasi kapitalis liberal, komunis, Sarvodaya, Kebangkitan Islam “islamic revivalist (kebangkitan Islam) dan teologi kebebasan “liberation theology”. Pengembangan administrasi, dalam perbandingan administrasi publik masih menggunakan kajian pola-pola yang lama, yang masih menekan utara dan masih terikat pada desain universal  yang tunggal kompetitif di dunia ekonomi, dari konsep Weberian meliputi alternatif debirokrasi dan privatisasi. Terdapat satu pendekatan dalam pembangunan masyarakat dengan melakukan perubahan “bottom up” sebagai contoh David Korten, menganjurkan strategi dalam mengkreasi ekonomi lokal untuk memperkuat masyarakat miskin dan komunitas kecil dilibatkan dalam jaringan kompetisi global. Hubungan pusat-daerah, organisasi kementerian atau departement, peran pranata, kelompok grassroots (kalangan bawah), berkenaan dengan lisensi, perizinan dan regulasi, dan rekrutmen/mekanisme sosialisasi apapun, tenaga administrasi yang diperlukan tidak dibahas. Paradigma feminis yang juga memberikan kontribusi dalam pembangunan berkelanjutan dibahas pada bab 4, di bab 5 membahas hal sama, struktur moral pemerintah dan organisasi dengan representasi gender dan mengarah pada pemikiran partisipasi “bottom up” organisasi yang mendasar pada manajemen demokratik. Sedangkan desentralisasi organisasi yang berorientasi pada rakyat, sebagai contoh administrasi irigasi nasional Pilipina didiskusikan pada bab 6, hal yang menonjol kemandirian ‘self-help’ dan partnersip-hubungan kerjasama antara publik, privat dan organisasi-organisasi lainnya, akan diungkapkan secara gamblang. Perkembangan baru dari pengembangan administrasi dua model pokok yang dibahas diikuti lima model deskriptif.
Mega-Model dalam Pembangunan
Model-model pembangunan dipengaruhi oleh teori-teori ekonomi, sosial dan politik sebagai kebutuhan negara atau wilayah. Di abad 21 model dan teori baru diperlukan sebagai panduan administrasi negara dalam pelaksanaan pembangunan. Semua model dikembangkan sebagai hasil evaluasi terhadap kesepakatan dua mega-model yaitu pembangunan berorientasi pada kebutuhan manusia dan pembangunan berkelanjutan.
A.      Human-Need-Centered Development (HNCD)
HNCD mendasarkan pada kebutuhan mengkreasi kondisi baru dalam konsep pembangunan, sebagai akibat bangkrutnya komunis dan terjadi pelebaran gap antara dunia Utara dan Selatan, disamping itu pada kenyataannya apa yang ditampilkan oleh teori-teori sosial dan ekonomi tidak lengkap dan tidak mampu mencukupi. Kebijakan-kebijakan pemerintah, pembangunan dan administrasi harus mampu mempertemukan kebutuhan manusia “human need”. HNCD mengakui model teori ekonomi, politik, sosial dan moral tidak merupakan bagian yang terpisahkan. Kebutuhan dasar manusia menjadi titik fokus HNCD, namun pertanyaan menantang dari HNCD adalah bagaimana mencapai kebutuhan individu secara terpuaskan?. HNCD berusaha menempatkan “people” menjadi titik sentral pemikiran dan faktor penentu melalui pendekatann partisipasi. Pendekatan ini sangat fleksibel tergantung pada situasi negara maupun politik tetapi memiliki tujuan yang sama. Dalam hal ini pelayan masyarakat dan pemerintah diharapkan memiliki moral yang mulia dalam tindakan-tindakan mereka, memiliki kemampuan untuk melaksanakan administrasi secara efektif, dan menempatkan faktor manusia menjadi yang utama, memerlukan staf yang akuntabel terhadap publik dalam melayani kebutuhan publik. Individu-individu dalam masyarakat harus diakui dan dilayani penuh martabat dan respek; arogansi petugas mesti dihilangkan termasuk sikap pilih kasih dan korupsi.
B.       Pembangunan yang berkelanjutan
Sustainable development”, merupakan pendekatan kedua model ini mendasarkan pada pemikiran dan konservasi sumber daya alam yang terbatas dari sejumlah negara,  dimana dalam kehidupan organisasi politik masih memandang lingkungan, dalam ini sumber-sumber harus dipergunakan dan diekploitasi untuk kepentingan privat, berakibat berbagai teori pembangunan menghadirkan dampak degradasi terhadap lingkungan di masa mendatang.
Preposisi pembangunan berkelanjutan telah hadir pada laporan komisi Bruntlan tahun 1987, berkaitan dengan pembangunan ekonomi dan lingkungan dalam agenda 21 (1992) hasil dari konferensi tentang lingkungan dan pembangunan (KTT Bumi) di Rio De Janeiro.
Pembangunan berkelanjutan bergantung pada konsensus sosial yang mengakui kebutuhan untuk memproteksi sumber, berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan manusia “people” . Kesuksesannya bergantung dari imput para pengambil kebijakan, ahli ekologi, ahli ekonomi, dan lain sebagainya, termasuk para individu dari kalangan bawah. Pembangunan berkelanjutan mengkombinasi manajemen sumber daya dengan produksi, ketersediaan pekerjaan yang cukup, ketahanan pangan, keterbukaan akses produk, distribusi peluang dan pemerataan sumber-sumber antara gender dan antar generasi.
Secara ekonomi lingkungan dipandang sebagai komidity yang tersedia untuk diekploitasi, peran pembangunan berkelanjutan adalah merubah persepsi mereka terhadap sumber daya tersebut, dimana sumber daya secara alamiah terbagi atas sumber yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui, modal buatan manusia dan modal budaya, meski diakui ada dua hal yang berbeda antara kemajuan dibidang ekonomi dan keterbatasan sumber daya alamiah.
Secara politik, pemerintah bertanggungjawab dan responsibilitas sebagai pengarah kemajuan program nasional yang mengacu pada pembangunan berkelanjutan, mendorongnya dalam prinsip-prinsip legislasi, kebijakan eksekutif dan keputusan-keputusan investasi. Juga memfasilitasi upaya-upaya yang dilakukan oleh NGO dan kalangan masyarakat yang bergerak dalam penanganan masalah lingkungan. Pada tahun 1997 UNGASS “United Nations General Assembly Spesial Session” sesudah 5 tahun agenda 21 pada tahun 1992., para delegasi mendiskusikan melebarnya gap antara negara kaya dan negara miskin dan kekecewaan terhadap kemajuan tujuan KTT bumi. Kebijaksanaan manajemen sumber daya, distribusi kemanfaatan secara adil, pengurangan dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan, tapi selatan merasakan tekanan tidak beralasan untuk mengejar agenda utara, sedangkan bagian utara menolak untuk menanggung apa yang dianggap sebagai beban yang tidak semestinya. Mengalami kesulitan dalam mempertemukan antara pembangunan ekonomi dan lingkungan, antara Utara dan Selatan, tidak mendapat kepuasan tentang kekurangan dari pembaikan kontruktif sejak tahun 1992.
Kewajiban dari para administrator untuk menterjemahkan kondisi objektif kedalam tindakan administrasi dengan menggunakan pandangan yang berorientasi pada rakyat secara terbuka dan imparsial. Dibeberapa tempat spiritual/religi diajarkan untuk mempersiapkan para adiministrator dan masyarakat dalam memperlakukan, meningkatkan kesadaran dan sensitifitas terhadap lingkungan melalui penyebaran nilai-nilai, yang tentunya perlu kemampuan moralitas dimiliki oleh para administrator.
Model-model lain dalam Pembangunan
1)   Model Demokrasi Liberal Kapitalis (LCDM)
Model ini masih berkarakteristik model Selatan atau Utara, dimana mempergunakan konsep–konsep demokrasi dan kemajuan menjadi landasannya. Sebagai kritikan pada konsep ini nilai-nilai seperti kehidupan yang bebas dan pencapaian kebahagiaan yang abadi, perdamaian, kebutuhan dan pemerintahan yang baik juga mengemuka, berdasarkan pada pilosophi liberal klasik dari tokoh Jhon Locke dan Monstesquie menekankan individualisme dan menghasilkan bahaya dari ambisi yang tidak semestinya, dimana penekanannya pada bisnis dan komersial. LCDM ini bertahan dan dipraktikan mencapai 300 tahun, negara-negara yang melaksanakan konsen pada kebebasan berusaha, inovasi dan konsumerisme. Konsumerisme dikatakan mendefinisikan status sosial, politik dan ekonomi di dalam negara LCDM dan struktur perusahaan diarahkan pada keinginan para kunsumen, nilai-nilai spiritual terabaikan.
2)   Model Pembangunan Komunis (CMD)
Model ini berlandaskan pada teori klas dari Marxis, teori ini hadir sebagai akibat kritikan terhadap ekploitasi para pekerja di dalam industrialisasi, semenjak dideklarasikan kapitalism oleh kaum elit berjuis. CMD mendukung penghancuran terhadap ekonomi kapitalisme dan meredistribusi kesetaraan kekayaan, melakukan restrukturisasi sosial mengambil kekuasaan dan kekayaan dari sejumlah elit  dan melimpahkannya ke dalam genggaman kaum proletariat/klas pekerja. Kekuasaan menyebar keseluruh negara yang dulunya dikuasai oleh para elit dan kapitalis berpindah ke tangan elit baru.
Pada tahun 1917 di Rusia ditangan Bolshevik Partai yang berbasis prinsip-prinsip Marxis-Leninisme menghadirkan kekuasaan sentralisasi ke dalam satu partai pada seluruh sistem pemerintahan dan perusahan maupun investasi, berlaku diktator mengontrol pembangunan sosial dari negara dan menghilangkan kekuatan struktur klas. Partai berkuasa pada semua sistem, monopli kontrol negara, pada semua organisasi sosial, dan hubungan komunikasi. Pada akhirnya menghadirkan sentralisasi demokrasi, seluruh adminitrator dipilih secara bottom up, tetapi keputusan dilaksanakan top down, fokus pada publik melawan kapitalisme. Secara sosial komunis membatasi kebebasan individu, partai melakukan kontrol pada semua aspek kehidupan, penekanan pada kebutuhan-kebutuhan kaum proletariat, terjadi diktator klas pekerja, kesimpulannya terjadi perubahan hirarki kekuasaan tetapi tidak terjadi perubahan mendasar struktur kekuasaan, dari kekuasaan eselon tertinggi pindah ke distribusi kekuasaan.
Secara ekonomi pembagian kekayaan dari kaum kapitalis kedalam disain komunis, perusahaan privat dibatasi terhadap kepemilikan aset dan perencanaan investasi di dalam negara. Langkah pertama partai menasionalisasi perbankan dan asuransi dalam proses kepemilikan negara dan pengontrolan ekonomi. Di dalam sistem pertanian diberlakukan pola kolektivitas, petugas publik dipengaruhi secara sosial, kultur, spiritual dan ekonomi oleh partai. Sistem komunis ini bertahan sampai tahun 1990an kecuali di China perberlakuannya secara berbeda mereka merangkul ide-ide kapitalis dan mereduksinya ke dalam sistem komunis.
3)    Sarvodaya
Kebebasan Theologi Sarvodaya adalah alternatif penting dalam LCDM dan CMD. Secara sepontan melalui pendekatan bottom up menyebar mendorong kesuksesan politik atau ekonomi mencapai tujuan mendasarkan pada spirit tersebut. Dimana paham ini diinspirasi oleh Gandi, memberi spirit kebebasan individu maupun kelompok dengan sama. Sebagai akibatnya perubahan dilakukan secara dinamik, tanpa kekerasan dalam hal tranfer kekuasaan di bidang politik, ekonomi untuk semua masyarakat. Pendekatan ini diterapkan di Sri Langka sejak tahun 1950-an, selanjutnya gerakan ini menjadi inpirasi dan retorika para pemimpin dan aspek religius menjadi gerakan pada setiap tingkatan dalam melaksanakan taktik dan tujuan gerakan. Termasuk dalam sistem pelayanan pemerintah yang menggunakan pendekatan bottom up, kemandirian, dan gagasan-gagasan ini menjadi dasar moral para administrator   pemerintah serta organisasi pelayan publik lainnya. Terdapat enam komponen pendukung dari pendekatan Sarvodaya yaitu: politik, ekonomi, sosial, moral, budaya dan spiritual. Gerakan ini disebarkan dan menjadi gerakan keilmuan para guru dan disebarkan pada sistem pendidikan secara aktif diseluruh negara.
Dibidang sosial pendekatan ini diarahkan guna mencapai kesamaan dan solidaritas, utamanya kebutuhan tentang kesehatan dan pendidikan, guna dapat mencapai dan meningkatkan status masyarakat. Kepentingan individu dan kelompok berjalan bersama-sama, gerakan demikian disebut dengan “abhyudaya”. Dibidang pembangunan ekonomi kemandirian menjadi landasannya, “the lifting up of all and everyone together” (mengerjakan semua secara bersama-sama), dengan sedikit partsipasi dari luar. Seluruh orang berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi melalui pemikiran Sarvodaya yang berlandaskan pada partisipasi semua orang “hand in hand”, segala umur, jenis kelamin, dan pemenuhan kebutuhan formal maupun informal. Pendekatan ini sebenarnya mengadopsi konsep berharga Swadeshi, dimana kekuatan semua orang “people power” digunakan dalam memenuhi segala kebutuhan dan berbagai konsumsi mereka.
Dibidang politik fokus pada desentralisasi partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Menolak pelembagaan politik kekuasaan dan struktur kekuasaan, melainkan menekankan partisipasi dan pelayanan publik dalam konteks politik yang tidak menggunakan struktur dan proses kekerasan. Dalam aspek moral Sarvodaya dibangun pada konsep Dharma (kebijaksanaan; perilaku yang benar), yang sebenarnya diterapkan secara baik dalam tradisi keagamaan. Premis yang dipergunakan meningkatkan martabat “dignity” dan kepedulian “self respect” terhadap orang lain dengan mengurangi pembunuhan, mencuri, berbohong, penyimpangan seksual dan penggunaan obat, dilaksanakan pada rumah tangga maupun pada tingkatan lebih tinggi.
Di Bidang budaya, menekankan pada hubungan yang harmonis, tidak saja antara manusia tetapi juga dengan semua mahluk hidup yang lain. Memberikan kebebasan pada seni, puisi dan arsitektur, dimana diakui bahwa unsur-unsur budaya ini juga mempengaruhi faktor-faktor pembangunan lainnya.  Sarvodaya adalah gerakan spiritual, berharap untuk merubah orang dari kehidupan dengan keserakahan, kebencian dan kebodohan menjadi orang dengan kesadaran, kebenaran dan kasih sayang.
4)   Theologi Liberasi
Theology Liberasi hadir dari theologi Protestan dan Katolik, dimana pada tahun 1962  kelompok Gereja dan masyarakat di Amerika Latin (ISAL) memunculkan alternatif yang dikembangkan dari konsep Injil dan revolusi politik perlu dilakukan dengan aliran marxis masih merupakan strategi yang tersedia untuk mencapai tujuan. Teologi Liberasi sebenarnya sangat tertutup dan cenderung diambil dan diterapkan pada elemen-elemen Gereja Katolik. Pendekatan ini sukses dan menjadi gerakan penting yang melandaskan diri pada Injil dan sistem gereja.
Dibagian yang lain Christian Base Communities (CEBs) didirikan dibeberapa tempat di Ameirka Latin mendapat reaksi dari gerakan sosial dan ekonomi yang mencari kebebasan dan hak politik dibahas di di bab 9.  Salah satu tujuan yang lebih mulia dalam gerakan ini adalah “Tuhan bekerja melalui Liberalisme dalam mewujudkan kerajaan yang damai, adil, dalam kesamaan dan kesejahteraan tersebut di dalam Injil”, teori ini merupakan konsep religi yang dipraktekkan.  Peran imam katolik liberasion sangat penting, dengan oposisi terhadap pemerintah yang dipandang sebagai sumber korupsi dan eksploitasi hal ini di jadikan kunci penting, dimana penekanannya pada perjuangan kaum miskin terhadap tuan tanah, para elit dan pemimpin politik. Marxis dan pendekatan lainnya diterapkan pada seluruh aspek yang mengarah pada “equality”  (kesetaraan) dan “dignity” (martabat).
Penulis  Brasil  Leonard Boff menyebutkan bahwa librasi beraliran  Kristen menjadi panutan yang  menjanjikan kehidupan di dunia yang kekal dan layak.
Terdapat sembilan tema sentral dalam Teologi Liberalisasi yaitu:
1)      Hidup dan iman yang benar secara bebas
2)      Sisi Allah yang hidup dengan tertindas melawan firaun di dunia
3)      Dunia adalah Program Allah dalam sejarah dan keabadian
4)      Yesus, anak Tuhan memberikan kebutuhan kita semua secara gratis
5)      Roh kudus, sebagai ayah bagi orang miskin, dalam perjuangan kaum tertindas
6)      Maria adalah nabi wanita yang membebaskan rakyat
7)      Gereja menyetujui liberasi pada masyarakat “people
8)      Hak orang miskin adalah hak Allah
9)      Liberasi potensi manusia menjadikan lebih liberatif
5)   Revivalism Islam (kebangkitan Islam)
Revivalism Islam diterapkan di Iran, Saudi Arabia, Afganistan dan Sudan dimana masyarakat konsen pada urusan negara dan masyarakat berlandaskan ketaatan pada Qu’ran, sering dikenal dengan “Islamic Fundamentalism”. Menerjemahkan dan mengadopsi pemahaman “Allah” dari Qu’ran secara brutal dan primitif seperti di terapkan di Sudan dan Afganistan. Pemahaman islam merupakan keyakinan totalitas yang diterapkan pada semua aspek kehidupan, dengan menerapkan hukum “Shari’a” aturan langsung dari Allah kepada masyarakat. Penerapan Revivalisme Islam hadir menjadi gerakan yang bervariasi di negara Algeria, Turki, Mesir, Kuwait, Bangladesh dan Malaysia. Di negara Islam lainnya Shia dan Sunni memiliki pemahaman yang sempurna tentang kebenaran, deklarasi islam tentang hak-hak warga negara.
Di Bidang sosial, rivivalisme islam berusaha mengkombinasi egalitarisme, puritanisme militan, dengan penekanan pada individual. Negara memberikan hak untuk memerintah dan mengatur individu dengan intepretasi “Qur’an”. Dibidang ekonomi, dalam mengelola ketersedian sumber-sumber material dan alamiah, religi, dan kelembagaan sosial lainnya melandasakan pada filosopy islam yang mensuport dan mengontrol superstruktur sosiopolitik. Dalam setiap aktivitas termasuk ekonomi, disemangati oleh keharusan terjadi keselarasan tujuan dan nilai-nilai islam.
Secara politik, mengacu pada tujuan prinsip dari masyarakat islam yaitu memaksimalkan kesejahteraan masyarakat “social welfare”, seperti Islam Arabia “kepasraan dan perdamaian” orang Islam dengan menyebutkan “Allah” akan menemukan kedamaian didalamnya. Secara moral, politik Islam terutama Saudi Arabia dan Iran menentang minuman, narkotika, aborsi, homoseksual dan pranikah. Termasuk juga penerapan hukum, yang melarang wanita bersama laki-laki di tempat umum.
Dapatkah dijadikan  model-model Alternatif PengembanganAdministrasi?
 Pengembangan alternatif  berorientasi pada kebutuhan manusia dan keberlanjutan akan dikombinasikan pada pengembangan administrasi.  Pendekatan ini yang pertama memperhitungkan dampak yang mungkin dari kedua model-model alternatif pengembangan administrasi dapat menerima dampak tersebut. Pendekatan ini menuntut menggantikan kekurangan model pengembangan demokrasi kapitalis dan komunis. Di mana komunis hanya memberi sedikit ruang bagi individual, sebagai penyebab kebangkrutan ekonomi, politik dan sosial dan tidak lagi eksis di masa depan kecuali model alternatif yang dilaksanakan oleh Cina. Perkembangan demokrasi liberal berjalan sampai sekitar 100 tahun sedangkan alternatif komunis berjalan sekitar 50 tahun, Bank Dunia, IMF, organisasi Pembangunan US dan beberapa negara barat menganjurkan administrasi publik mesti direformasi  melalui downsizing, deregulasi, debirokratisasi, dan demokratisasi. Selanjutnya pada perkembangan di dunia ketiga yang mendasar pada “cultered bound” karakteristik yang diperkirakan preskriftif universal yang dimasukkan oleh dunia barat. Tod J Moss menempatkan hal ini secara baik: “Tesis yang hadir di US secara mendasar melalui philosopy liberal dan konsep modernitas serta program-program demokrasi luar, tidak dibutuhkan evolusi natural dan universal dari pembangunan manusia. Untuk itu dikosentrasikan pada ancaman dari ekses materialism dan neo-kolonialisme atau kehadiran neo-liberalisme, dan mengarah pada model komunis, apakah model-model alternatif  memiliki hubungan yang signifikan dengan model-model pengembangan administrasi? Terdapat tawaran yang lain, dilandaskan pada nilai spiritual dan religius, yang dapat diterapkan diberbagai tempat menjadi model besar : “human needs centered and sustainable development”. Sebagaimana halnya yang diterapkan secara baik di Timur Tengah yaitu “Islamic Revivalism”.  Telah terjadi pergeseran nilai materialistis ke pasca materialistik di negara-negara eropa, soviet dan beberapa negara lainnya. Sebagai perkembangan terakhir harapan akan kebebasan, ekpresi diri, dan kesamaan hidup. Prospek administrasi dalam merealisasi “post-materialist value” dan spirit budaya sebagai berikut.
Sarvodaya; gerakan non-materiil Sarvodaya diimplemtasikan pada model administrasi, dan diadaptasikan pada pemerintahan yang lebih luas termasuk diterima dan menjadi pendukung para pemimpin politik di Sri Lanka dalam memenuhi kebutuhan pendukung paham Mahatma Gandi, gerakan ini sebagai kasih sayang, kejujuran, keterbukaan dan imparsialitas, selanjutnya diadakan pelatihan dan reorientasi pada pelayan masyarakat. Kepekaan dan responsibilitas dengan hati dengan mendasarkan pada dua watak kunci yaitu: kehormatan dan martabat untuk semua. Sarvodaya dipopulerkan dengan pendekatan “bottom up” guna menjaga agar kebijakan kondusif, responsif dan akuntabilitas. Alternatif ini selain efektif dalam administrasi di Sri Lanka juga berlaku efektif di India.
Teologi Liberasi; menjadi peran kunci  di Amerika Latin, dan penerapan secara berbeda di Afrika Selatan, didalam perjuangan anti apartheid yang saat ini sudah runtuh. Dengan mengakses Gereja Katolik Roma dengan didukung oleh gerakan feminis. Pelaksanaanya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut, pertama para pekerja profesional dan pastur dilibatkan dalam kehidupan sehari-hari komunitas dan masyarakat, seperti bercocok tanam, mengkontruksi fasilitas-fasilitas, maupun melakukan kerjasama dengan agen lain seperti serikat pekerja. Kedua membantu masyarakat lokal mengartikulasi dan mengkoseptualsasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ketiga penilaian  dan kesadaran sebagai hal yang integral dalam mewujudkan persatuan. Administrasi humanistik diterapkan dalam waktu yang lama dengan pengembangan aktivitas serikat perdagangan, koperasi dan berbagai bentuk organisasi lain yang dapat memberi manfaat bagi masyarakat.
Revivalism Islam; dapat dinilai sebagai kriteria administrasi yang baik dan efektif di dalam dua model ideal-tipikal, alternatif merupakan kombinasi dari konsep religi dan pemerintah, yang menempatkan seluruh individu dalam dimensi pembangunan “human-centered” dan berkelanjutan, tetapi dalam kenyataan juga mengakui terjadi diskrimasi perempuan dan pengabaian terhadap lingkungan. disamping itu dalam penerapan di Arab Saudi dengan Iran dan Sudan lebih represif terhadap hak-hak asasi manusia serta ketidakmampuan toleransi dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Kasus lain di Taliban Afganistan, melarang kaum perempuan untuk bekerja di dunia pendidikan dan keluar negara afganistan. Dalam praktik administrasi para pelayan sipil dilatih Shari’a, sedangkan pada muslim fundamentalis Sudan dominasi dilakukan oleh militer dibawah kepemimpinan muslim Hasan Al-Turabi.
Kesimpulan
Program pembangunan nasional menghadirkan dengan penekanan pada “sustainable human development” sejak tahun 1990, tujuan pendekatan ini adalah untuk memenuhi dan mengembangkan “human choice” tidak hanya berkutat pada persoalan pendapatan. Dari catatan berkenaan dengan penilaian secara global dari “human progress” diterapkan dibeberapa negara dengan  berbagai variasi dalam mewujudkan model pendekatan kebutuhan manusia, utama penekanan terhadap peran penting kaum perempuan, yang oleh pandangan isu institusi yang mengarah pada “sustainable society”.
Teori-teori pengembangan melintasi berbagai negara dan wilayah, dengan penerapan teori yang berbeda pada wilayah yang berbeda. Sebagai contoh fundamentalime islam tidak akan cocok diterapkan di negara-negara non muslim, pendekatan-pendekatan teori hanya merupakan tipe ideal yang tidak berlaku secara universal theologi liberasi dan Sarvodaya memperoleh peringkat keberhaslan yang tinggi, karena menjadi moral, dan kode etik dalam tingkah laku mereka. Setiap model merupakan teori yang baik, tetapi mereka hanya mengambil satu yang bisa diterapkan, menjadi tujuan utama adalah memenuhi kebutuhan dari sedikit orang ketimbang untuk kebaikan keseluruhan. Permasalahan ini dialami dari penerapan berbagai teori apakah model komunis, model liberal kapitalis demoktatik, juga demikian terjadi pada islam fundamental, sarvodaya dan theologi liberasi.
Suatu ketika pembangunan administrasi berjalan baik dengan mengerjakan, memfasilatasi organisasi private dan non-pemerintah dalam satu kerangka kerja, di kesempatan lain menjadi partneship antar satu dengan lainnya, diberbagai kasus. Setiap budaya berbeda dan menghadirkan perbedaan penekanan, menjadi dasar etik administrasi yang diberlakukan secara umum. Menjadi tantangan besar bagi pelaku besar dalam pengembangan administrasi seperti World Bank, IMF, program pengembangan pemerintahan bilateral, dalam mentrasformasikan retorika mereka dalam kenyataan yang mengarah pada pendekatan kebijakan “bottom up” memikirkan yang pertama rakyat miskin dan kebutuhan untuk menjaga keberlangsungan lingkungan secara bersama-sama direalisasikan dalam sebuah pembangunan. Kebutuhan esensial adalah adanya perubahan dari materialis ke standar-standar  post-materialis maupun spiritual.



 

1 komentar:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus